Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan, ditambah pencabutan hak politik selama 3 tahun karena dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait dengan jabatannya.

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan agar terdakwa Sutan Bhatoegana untuk menjatuhkan pidana penjara selama 11 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum KPK Dody Sukmono dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Sutan dinilai terbukti bersalah melakukan dua perbuatan pidana berdasarkan dua dakwaan yaitu dakwaan pertama primer berasal dari pasal 12 huruf a UU No 31 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan kedua lebih subsidair yaitu pasal 11 UU No 31 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutanhak memilih dan dipilih dalam pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum selama 3 tahun," ungkap jaksa Dody.

Ada sejumlah hal yang memberatkan Sutan.

"Perbuatan terdakwa sebagai anggota DPR dan ketua Komisi VII DPR membuat citra buruk lembaga DPR dan mencederai kedudukan DPR; perbuatan terdakwa sebagai wakil rakyat dan pejabat negara yang sangat terhormat; perbuatan terdakwa tidak menjaga kehormatan dan kredibiltas DPR; perbuatan terdakwa bertentangan dengan semangat masyarakat, bangsa dan negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi; perbuatan terdakwa tidak memberi contoh teladan kepada masyarakat. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga," tambah jaksa Dody.

Dalam dakwaan pertama, Sutan dinilai terbukti menerima uang 140 ribu dolar AS (sekitar Rp1,6 miliar) dari mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno terkait pembahasan dan penetapan asumsi dasar migas APBN-Perubahan tahun Anggaran 2013, pembahasan dan penetapan asumsi dasar subsidi listrik APBN-P tahun anggaran 2013 dan pengantar pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian dan Lembaga (RKA-KL) APBN-P tahun anggaran 2013 pada Kementerian ESDM dalam rapat kerja Kementerian ESDM dengan Komisi VII.

"Peristiwa tersebut tidak terlepas dari pertemuan sebelumnya dimana waryono meminta terdakwa untuk mengawal atau mengendalikan rapat R-APBN Perubahan 2013 agar berjala cepat dan tidak bertele-tele. Di samping itu ada rekaman antara Waryono Karno dan Rudi Rubiandini dan rekaman di restoran Endogin di Hotel Mulia sehingga dapat dipandang perbuatan terdakwa menerima hadiah," tambah jaksa KPK.

Sehingga jaksa menilai Sutan dengan sadar menerima uang sehingga dapat disimpulkan ada kehendak Sutan melanggar larangan atau kode etik sebagai penyelenggara negara yang diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi Sutan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan terkait jabatan.

Sedangkan untuk dakwaan kedua, Sutan dinilai terbukti satu unit mobil Toyota Alphard 2.4 AT Tipe G warna hitam dari Dikretur PT Dara Trasindo Eltra pada Oktober 2011; menerima uang tunai Rp50 juta sebagai bentuk perhatian dari mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik melalui Waryono Karno; menerima uang tunai 200 ribu dolar AS dari mantan Kepala Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini pada 26 Juli 2013 melalui anggota Komisi VII Tri Yulianto; serta menerima satu unit tanah dan bangunan di Jalan Kenanga Raya No 87 Tanjungsari kota Medan dari Saleh Abdul Malik selaku Komisaris PT SAM Mitra Mandiri melalui istri Sutan, Unung Rusyatie.

"Hadiah atau janji itu diduga diberikan karena kekuasaan atau kewenangan terdakwa atau menurut pikiran orang yang memberikan terkait dengan jabatan terdakwa," ungkap jaksa.

Hal itu karena Sutan sebagai anggota DPR sekaligus Ketua Komisi VII DPR memiliki kewenangan untuk mengawasi jalannya pemerintahan segaligus fungsi anggaran.

"Patut diduga pemberian tersebut tidak terlepaskan dari fakta terdakwa adalah anggota Komisi VII, meski terdakwa tidak menerima hadiah langsung secara fisik tapi tampak dari kegiatan terdakwa," jelas jaksa.

Atas tuntutan tersebut Sutan mengatakan akan tetap melawan.

"Kesewenang-wenangan ini harus dilawan, saya siap jadi martir untuk itu, pemberantasan korupsi saya di depan, tapi kalau tentang fitnah tunggu dulu. (Tuntutan) ini kemarahan sesaat saja, KPK yang dianggap institusi bersama jangan sampai tercoreng kalau sampai saya bebas, kalau saya bebas mohon bu hakim katakan saya bebas, tapi kalau saya salah katakan saya salah," kata Sutan.

Pengacara Sutan, Eggi Sudjana juga menyatakan keberatan atas tuntutan tersebut.

"Kita sangat keberatan, apalagi jumlahnya 11 tahun, saya khawatir ini balas dendam karena Sutan pernah menyinggung kasus ini sampah sehingga dituntut 11 tahun," kata Eggi.

Nota pembelaan (pledoi) akan disampaikan pada Senin, 11 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015