Jakarta (ANTARA News) - Museum Tekstil Jakarta memamerkan sekitar 100 kain songket Nusantara koleksi beberapa museum di berbagai provinsi penghasil tenun mulai 19 Agustus sampai 20 September.

Di antara kain yang dipamerkan ada Pebasa, Salampe, selendang khas Sumbawa, Nusa Tenggara Barat; dan sarung tenun songket benang perak Tembe Songke buatan sebelum 1940 yang berhias motif pohon rumit dengan berbagai jenis burung dari Bima.

Ada pula Ija Pinggang, tenun sutra Aceh yang sederhana namun indah yang pada 1905 dihadiahkan kepada seorang guru bernama Nawawi Soetan Makmoer.

Selain itu ada sarung Dodo dari Toraja Utara (Sulawesi Selatan); sarung King Sungkir dengan ragam hias dan warna meriah dari Sungai Pelaik (Kalimantan Barat); serta Baju Muli dari Kaur, Bengkulu.

"Pameran ini sebagai upaya kami dalam membangkitkan kesadaran masyarakat untuk mencintai kekayaan wastra songket Indonesia," kata Kepala Unit Pengelola Museum Seni Dyah Damayanti pada pembukaan pameran di Museum Tekstil.

Dyah mengatakan koleksi tenun songket dalam pameran bertajuk "Ragam Songket Nusantara dan Tradisi Tenun Serupa" merupakan koleksi dari Museum Tekstil, Museum Nasional dan beberapa museum provinsi di Indonesia serta para kolektor tenun songket di Jakarta dan Bali.

Museum Provinsi Kalimantan Barat termasuk salah satu museum yang meminjamkan koleksinya untuk melengkapi ragam hias tenun songket dalam pameran itu.

"Kami meminjamkan empat koleksi, yakni kain songket dan baju yang umurnya kira-kira sudah 100 tahun dan tinggal satu-satunya di Kalimantan Barat," kata Kepala Museum Provinsi Kalimantan Barat Muhammad Hasyim.

Usia songket-songket yang dipamerkan beragam, mulai dari awal abad 20, tahun 1900an sampai 1970an.

Buku berjudul "Floating Threads" karya Judi Achjadi tentang teknik hiasan lungsi diluncurkan pada pembukaan pameran itu.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015