Hong Kong (ANTARA News) - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri melakukan pertemuan tertutup dengan Sekretaris Kantor Ketenagakerjaan Pemerintah Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong Matthew Cheung, Senin, guna membahas berbagai hal terkait tenaga kerja Indonesia (TKI).

"Kami akan bicarakan berbagai hal terkait kebijakan terbaru pengiriman dan penempatan TKI di beberapa negara, termasuk Hong Kong," katanya kepada Antara di Hong Kong sebelum pertemuan berlangsung.

Mereka antara lain akan membahas biaya penempatan TKI di negara-negara tujuan, termasuk usul perubahan struktur biaya hasil forum tripatrit antara perwakilan buruh migran, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang sudah dikirimkan BNP2TKI sejak Desember tahun lalu.

"Biaya penempatan ini memang menjadi salah satu masalah, karena dinilai terlalu tinggi. Dan kami sedang mengkaji ulang, mencari formula terbaik untuk masalah ini agar tidak membebani TKI," kata Hanif.

Dalam pertemuan tertutup itu, Menteri Hanif didampingi beberapa staf termasuk Konsul Jenderal RI Hong Kong Chalief Akbar Tjandraningrat dan Konsul Ketenagakerjaan Konsulat Jenderal RI Hong Kong Iroh Baroroh.

Seharusnya biaya penempatan tidak dikenakan kepada TKI karena negara berkewajiban menyediakan pekerjaan dan penghidupan yang layak kepada warga negaranya sesuai Pasal 97 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Namun karena negara masih belum mampu menyediakan fasilitas itu, PPTKIS diminta berpartisipasi membantu penempatan TKI di luar negeri.

PPTKIS perlu melibatkan lembaga keuangan non-bank Indonesia untuk terlebih dulu menyediakan biaya penempatan TKI. Namun kenyataannya lembaha keuangan yang dipercaya memfasilitasi penyediaan dana tersebut belum menjalankan perannya dengan baik.

Dalam praktiknya, ada perusahaan yang menggunakan fasilitas lembaga keuangan Hong Kong untuk menyediakan dana penempatan dan dikenai bunga sampai 30 persen dan harus ditanggung oleh TKI.

Anggota legislatif Hong Kong Emily Lau saat berkunjung ke Jakarta pertengahan Agustus lalu bertemu dengan Hanif dan berharap Pemerintah Indonesia segera mengumumkan perubahan atau perbaikan pelatihan bagi TKI serta memperbaiki biaya penempatan TKI yang masih dianggap terlalu mahal sehingga banyak TKI terlilit utang.

Menurut data Kantor Konsul Tenaga Kerja KJRI Hong Kong, jumlah tenaga kerja wanita asal Indonesia di Hong Kong hingga Juli 2015 tercatat 150.544 orang, paling banyak kedua setelah Filipina yang menempatkan 177.890 pekerja.

Sementara jumlah tenaga kerja wanita di Makau menurut data Buruh Migran Indonesia Sukarela tercatat 7.734 orang, termasuk tenaga kerja yang melampaui waktu izin tinggal dari Hong Kong.


Pewarta: Rini Utami
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015