Tokyo (ANTARA News) - Indeks acuan bursa saham Tokyo anjlok hampir 4,0 persen Selasa ke level terendah dalam enam bulan, membalik kenaikan pada sesi pagi karena bursa saham Hong Kong dan Shanghai melanjutkan penurunan di tengah kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi China.

Pada perdagangan yang bergerak liar, indeks Nikkei 225 di Bursa Saham Tokyo turun 733,98 poin menjadi 17.806,70 - penurunan ke enam berturut-turut dan angka penutupan terendah sejak pertengahan Februari - setelah sempat naik ke wilayah positif sebelum perdagangan istirahat pada tengah hari.

Indeks Topix atas saham-saham di papan utama bergerak jig-jag antara wilayah positif dan negatif, dan berakhir turun 3,26 persen atau 48,22 poin pada 1.432,65 poin.

Indeks Nikkei sempat jatuh lebih dari 4,0 persen pada pembukaan perdagangan, sebelum kemudian naik pada pertengahan sesi perdagangan pagi pagi, kemudian anjlok pada transaksi sore ketika sejumlah pejabat top Jepang menyerukan agar pasar tenang.

"Fondasi ekonomi global belum terguncang - diperlukan pendekatan-pendekatan dengan kepala dingin," kata Menteri Ekonomi Jepang Akira Amari kepada wartawan.

Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengatakan tidak ada rencana mendesak paket stimulus fiskal untuk melawan krisis di dalam negeri, dan menambahkan bahwa Tokyo telah mengadakan kontak dengan negara-negara anggota G7 lainnya untuk menghadapi goyangan pasar.

Nikkei telah turun 13 persen dalam enam sesi terakhir, ketika pasar di dunia berjatuhan karena ketidakpastian prospek ekonomi China, yang tadinya merupakan pendorong utama pertumbuhan global dan saat ini dipandang sebagai ancaman potensial bagi ekonomi dunia.

Kekhawatiran merebak setelah bank sentral China mendevaluasi yuan sebagai langkah untuk mendorong ekspor yang semakin kendur, memicu kekhawatiran tentang kondisi ekonomi negara Tirai Bambu itu dan memicu kemungkinan perang mata uang.

Harga saham di bursa Shanghai China ditutup turun 7,63 persen sementara Hong Kong saham turun 0,67 persen pada sesi perdagangan sore.
(B012/B012)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015