Program ini sejatinya adalah upaya untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, terutama pelajar. Karena itu, sangat penting jika diatur melalui undang-undang agar keberlanjutannya terjamin

Yogyakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) King Faisal Sulaiman menyebut usulan pembentukan Undang-Undang (UU) Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi solusi strategis menjamin keberlanjutan program gizi anak di Indonesia.

King Faisal dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis, mengatakan dasar hukum dalam bentuk undang-undang akan memberikan legitimasi lebih kuat sekaligus menjawab berbagai persoalan tata kelola yang selama ini masih lemah.

"Program ini sejatinya adalah upaya untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, terutama pelajar. Karena itu, sangat penting jika diatur melalui undang-undang agar keberlanjutannya terjamin," ujar dia.

Pembentukan UU MBG itu sebelumnya diusulkan oleh anggota Komisi IX DPR RI Gamal Albinsaid.

Menurut dia, keberadaan UU MBG akan membawa implikasi penting dalam pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah, terutama terkait mekanisme pendanaan dan tanggung jawab daerah.

"Misalnya soal alokasi anggaran, jangan hanya dibebankan pada APBN. Perlu ada porsi dari APBD agar pembagian tanggung jawab lebih proporsional," katanya.

King menilai sejumlah kasus keracunan makanan yang belakangan ini muncul menjadi sinyal perlunya evaluasi menyeluruh.

Tanpa dasar hukum yang kuat, sistem pengawasan akan sulit ditegakkan, terutama terkait keterlibatan pihak swasta yang menjadi mitra pelaksana program.

Meski demikian, ia menambahkan aspek substansial harus diperhatikan agar UU MBG tidak sekadar normatif.

Beberapa poin penting yang harus masuk antara lain tata kelola, mekanisme pengawasan, alokasi anggaran, hingga keterlibatan masyarakat.

"Undang-undang ini jangan hanya normatif. Harus jelas soal tata kelola, siapa mengawasi siapa, bagaimana mekanisme anggarannya, dan bagaimana masyarakat bisa ikut serta," kata dia.

Partisipasi masyarakat, menurut dia, sangat penting karena selain memperkuat pengawasan, juga bisa membuka lapangan kerja baru sehingga dampaknya bukan hanya pada gizi, tapi juga ekonomi.

Selain itu, menurut dia, pengaturan sanksi hukum juga penting untuk mencegah penyalahgunaan. Potensi penyimpangan di lapangan, mulai dari kontrak hingga standar penyediaan makanan, harus dapat diproses secara hukum agar menimbulkan efek jera.

Jika hanya menggunakan Peraturan Presiden (Perpres), menurut dia, tidak ada ruang mengatur sanksi pidana, bahkan sanksi administrasi pun lemah.

"Karena itu, pengaturan sanksi administratif maupun pidana sebaiknya dimasukkan dalam UU. Dengan legitimasi hukum yang kuat, pengawasan bisa lebih efektif dan tidak ada lagi vendor yang bermain-main dengan kontrak, apalagi sampai membahayakan kesehatan masyarakat," kata King.

Baca juga: Legislator minta program MBG miliki UU agar berkelanjutan

Baca juga: Ketua DPR dukung Perpres segera terbit untuk perbaikan MBG

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.