Surabaya (ANTARA) - Senja turun di sisi timur halaman sebuah mal di tengah Kota Surabaya. Prelly Rahma duduk berjongkok menatap panggung kosong.
Pakaiannya modis dengan atasan long sleeve shirt kecoklatan dipadu celana hitam. Sesekali, perempuan berambut coklat ini mengobrol dengan sejumlah teman yang juga duduk jongkok di sekitarnya.
Mereka adalah teman satu kantor yang ingin menonton pertunjukan musik di acara festival.
Ba'da maghrib pada 27 September, halaman sisi timur mal tersebut telah dipadati penonton yang menantikan dimulainya Jazz Traffic Festival 2025 sembari duduk berjongkok dan sebagian bersila serta selonjoran di depan panggung yang masih kosong.
Ketika Raisa muncul di atas panggung pada pukul 18.00 WIB, seluruh penonton serentak berdiri.
Lantas bergoyang dan bernyanyi bersama di sepanjang penampilan penyanyi berparas cantik keturunan Sunda-Belanda yang malam itu membawakan 10 lagu.
Jazz Traffic telah menjadi festival musik rutin setiap tahun yang digelar di Kota Surabaya.
Festival ini diangkat dari sebuah program siaran radio "Suara Surabaya" yang mengudara sejak 1983.
Pada tahun 2011, Jazz Traffic mulai diwujudkan sebagai sebuah pertunjukan di atas panggung.
Tahun ini memasuki penyelenggaraan ke-12, yang berlangsung di Surabaya, 27-28 September 2025, dengan mengusung tema "Be Yourself".
Pemilihan tema tersebut dimaksudkan sebagai perayaan musik lintas genre yang diharapkan dapat dinikmati oleh seluruh penikmat musik, tidak hanya dari kalangan pecinta jazz.
Sejauh ini, festival jazz tersebut telah membuktikan sebagai satu-satunya festival seni pertunjukan reguler setiap tahun yang masih eksis di Kota Surabaya.
Dalam penyelenggaraannya sekitar empat tahun terakhir, terpantau telah mengolaborasikan para musisi dari berbagai aliran musik dengan menempatkan jazz sebagai nyawa.
Eksistensi festival jazz yang hadir setiap tahun telah menjadikannya sebagai bagian dari budaya musik di Kota Surabaya dan Jawa Timur.
Sebagaimana penampilan penyanyi Denny Caknan yang mewarnai panggung festival jazz, dengan langgam campursarinya yang membuat seluruh penonton auto bergoyang dan bernyanyi bersama pada 27 September 2025.
Sebagai penyelenggara, CEO Suara Surabaya Verry Firmansyah mengungkapkan musisi lintas genre, seperti Denny Caknan, diundang untuk mengukuhkan festival itu sebagai perayaan besar kebudayaan.
Musik Denny Caknan yang bukan dari genre jazz, tapi bisa tampil menghibur. Penontonnya terpantau datang dari Surabaya, Gresik, Malang, Mojokerto, bahkan Banyuwangi. Mereka ingin melihat perayaan budaya yang diselenggarakan di Kota Surabaya.
Perkembangan seni
Musik campursari yang saat ini dipopulerkan Denny Caknan berakar dari seni tradisi yang diwariskan dari era Kerajaan Majapahit.
Berawal dari nyanyian sinden dengan iringan perangkat musik gamelan, yang sampai sekarang masih bisa disaksikan sebagai bagian dari pertunjukan ludruk maupun wayang kulit.
Musik campursari kemudian berkembang dengan diiringi berbagai instrumen musik Barat, sebagaimana kini dapat disimak dalam karya-karya lagu yang dinyanyikan Denny Caknan.
Seniman senior Saiful Hadjar mengungkap karya-karya seni di tiap zaman sejatinya selalu merespons dari karya-karya yang dilahirkan dari lintas generasi sebelumnya.
Penyair dan perupa asal Kota Surabaya ini menjelaskan seniman antargenerasi itu seolah berdialog, kemudian melahirkan karya-karya yang hingga kini dikenal dengan istilah seni tradisi, kontemporer, dan modern.
Saiful Hadjar, saat ini menggelar pameran seni rupa "Tiga Masa" di sebuah galeri di Surabaya, yang berlangsung sejak 24 Agustus hingga 25 Oktober 2025. Pameran ini juga dalam rangka membangun dialog dari generasi dulu ke masa kini.
Dalam pameran bersama tersebut, perupa berusia 66 tahun itu menggandeng pelukis Ariel Ramadhan yang berusia 25 tahun dan Arik S Wartono yang berusia 50 tahun.
Beberapa lukisan dia di pameran ini merespons karya Ariel Ramadhan dan Arik S Wartono. Lewat monen ini Saiful Hadjar, sekaligus mengedukasi bahwa perjalanan berkesenian membutuhkan ruang pertemuan yang terus berkembang.
Lebih spesifik, Budayawan Nirwan Dewanto menjelaskan setiap karya seni tercipta dari imajinasi seniman yang tidak lepas dari kondisi sosial, politik, ekonomi, serta berbagai aspek kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Biasanya di kota-kota besar berbagai belahan dunia selalu menggelar festival secara reguler yang minimal berlangsung setiap tahun untuk memamerkan fase terkini karya-karya seniman melalui proses kurasi.
Karya-karya seni yang ditampilkan dalam festival di sebuah kota bisa menjadi bahan kontemplasi yang mencerahkan bagi perbaikan kualitas hidup masyarakat.
Nirwan menegaskan bahwa kota sebesar seperti Surabaya sudah seharusnya konsisten menyelenggarakan festival seni yang reguler.
Maka ketika ditunjuk menjadi kurator sekaligus Art Director Artsubs sejak 2024, sastrawan kelahiran Surabaya, 28 September 1961, ini bertekad menjadikannya sebagai ajang festival bergengsi di bidang seni rupa bertaraf internasional yang berlangsung setiap tahun.
Terbukti, dalam penyelenggaraan Artsubs yang kedua tahun 2025 pada 2 - 31 Agustus, Nirwan telah menghadirkan karya-karya seni rupa dari sejumlah seniman mancanegara di Surabaya.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.