Jakarta (ANTARA) - Ada peluang besar yang sering diabaikan: board game. Permainan papan ini kerap dianggap sekadar hiburan komunitas, padahal dunia sudah membuktikan potensinya sebagai industri bernilai miliaran dolar.
Board game adalah permainan meja yang dimainkan di atas papan dengan bidak, kartu, atau dadu, sesuai aturan tertentu. Tujuannya beragam, mulai dari mengumpulkan poin, menuntaskan misi, kerja sama, hingga mengalahkan lawan.
Beberapa board game klasik yang dikenal luas, antara lain Catur, Monopoli, Scrabble, Uno Stacko, Ludo. Di era modern muncul berbagai versi inovatif, seperti Codenames, Dixit, dan Catan, yang tidak hanya populer di kalangan pemain kasual, tapi juga masuk kategori serious game untuk edukasi dan pengembangan strategi.
Riset pasar IMARC Group mencatat pasar board game global pada 2024 mencapai 18,53 miliar dolar AS dan diproyeksikan naik menjadi 41,63 miliar dolar AS pada 2033 dengan pertumbuhan 9,32 persen per tahun.
Lembaga riset Mordor Intelligence juga mencatat tren serupa, dari 17,22 miliar dolar AS pada 2025 menjadi 27,80 miliar dolar AS pada 2030. Ini artinya, industri board game bukan sekadar nostalgia masa kecil, tetapi sudah menjadi bagian penting dari ekonomi budaya dunia. Industri ini jelas sedang naik daun.
Sayangnya, Indonesia belum masuk arus besar itu. Padahal pasar domestik 270 juta jiwa adalah modal luar biasa.
Board game dianggap punya potensi besar sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru karena produk lokal sudah bisa menembus pasar global, bahkan dipamerkan di Essen Spiel, Jerman. Jika karya anak bangsa sudah dilirik dunia, mengapa di negeri sendiri belum mendapat ruang besar?
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.