Jakarta (ANTARA) - Arsitek sekaligus Project Director Pandega Desain Weharima (PDW), M. Deni Desvianto berpendapat mewujudkan bangunan gedung hijau dapat dimulai dari penggunaan material-material yang mendukung program bangunan hijau.

"Misalnya dari bahan daur ulang. Contoh 'conblock' (blok peton pracetak), dibuat dari sampah. Tetapi daya serapnya tinggi. Jadi air kalau di atas jatuh ke atas 'conblock' langsung meresap ke tanah," ujar dia di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan, banyak yang bisa dilakukan agar suatu bangunan memiliki nilai bangunan hijau, yakni dalam hal desain.

Hal ini karena bangunan hijau tak harus melulu berupa tanaman hijau dan berwarna hijau, tetapi bisa dari aspek pengolahan di dalamnya misalnya dalam penggunaan material.

"'Green building', ada indeks mengenai konsumsi air, material, indeks interior yang berpengaruh pada kenyamanan internal, bahkan termasuk pengelolaan manajemennya bangunan tersebut," kata dia.

Baca juga: Pajak karbon pada gedung boros energi masih dikaji

Baca juga: Jakarta perlu hijaukan bangunan untuk tutupi kekurangan RTH

Para kesempatan itu, Associate Structural Engineer di ARUP, Berlina Winata mengemukakan, bukan bangunan saja yang bisa diterapkan konsep hijau, melainkan proyek-proyek infrastruktur seperti jalan termasuk tol atau bahkan terowongan.

"Bagaimana bisa menggunakan materi-materi yang rendah karbon untuk jalan tol. Kemudian bisa mengoptimalkan penggunaan energi, misalnya, pada terowongan," ujar dia.

Berlina mencontohkan, untuk material pembangunan jalan, alih-alih aspal, bisa menggunakan material yang ramah lingkungan.

Dalam hal ini, konsultan atau arsitek bisa bekerjasama dengan akademisi untuk menggunakan material-material baru yang bisa mengurangi dampak lingkungan.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.