Jakarta (ANTARA News) - Tokoh lintas agama yang terafiliasi dengan Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) sepakat melakukan gerakan nasional penyelamatan bumi dari ancaman perubahan iklim akibat peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) secara global.

"Kita semua melakukan hal sama dalam hal merusak bumi. Justru sekarang kita perlu melakukan hal sama untuk menyelamatkan bumi," kata Ketua CDCC Din Syamsuddin dalam dialog dengan sejumlah aktifis lingkungan dari berbagai agama akan berkumpul untuk rencana Gerakan Nasional Melawan Perubahan Iklim di Jakarta, Jumat.

Gerakan secara nasional yang ingin dilakukan tokoh lintas agama ini, menurut dia, lebih kepada aksi nyata yang memberikan advokasi, edukasi, kampanye, sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat agar peduli dengan kondisi lingkungan dan paham tentang bahaya peningkatan suhu bumi.

"Kita tidak lagi bicara secara angka dan target, tapi lebih kepada aksi yang bersifat solusif. Silahkan masing-masing kelompok agama tetap melanjutkan aksi penyelamatan bumi yang sudah dijalankan, tapi gerakan nasional ini akan kita lakukan secara lintas agama dan lintas sektoral," ujar Din Syamsuddin.

Masing-masing Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi keagamaan, menurut dia, sebenarnya sudah sejak lama menjalankan aski-aksi ramah lingkungan.

"MUI (Majelis Ulama Indonesia--red) sudah punya fatwa tentang penyelamatan satwa langka, air, sampah, formalin. Sudah ada eco-vihara, gereja sahabat alam, dan kini didorong eco-pesantren dan eco-masjid," katanya.

Gerakan kolektif
Aksi tokoh lintas agama ini, ia mengatakan sepakat melakukan gerakan kolektif dan masing-masing kelompok agama melakukan secara konkrit termasuk memberikan prespektif teologi terkait penyelamatan bumi.

Tidak hanya sampai batas advokasi, kampanye, edukasi, menurut Din, gerakan ini termasuk "menyerempet" ke ranah politik jika memang diperlukan, dengan memberikan usulkan perubahan undang-undang yang dianggap memicu kerusakan lingkungan.

"Karena tadi dalam diskusi juga dibicarakan adanya kapitalisme global yang perlu dilawan dengan aksi bersama, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca, dan menaikan porsi penggunaan energi terbarukan," ujar dia.

Ketua Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia yang menjadi perwakilan Walubi Suhadi Sendjaja menyampaikan apresiasi gerakan sayang semesta ini, dan mendukung penuh gerakan nasional penyelamatan bumi.

Menurut dia, komunitas keagamaan juga memiliki tanggung jawab mendukung gerakan yang menghimbau masyarakat menjaga lingkungan. Hal ini akan menjadi tantangan, karena jika komunitas agama tidak mampu lagi mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan dan menyelamatkan bumi tentu akan bahaya.

"Komunitas Buddha akan dukung gerakan ini," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Tim Penggerak dari Gerakan Nasional Penyelamatan Bumi Hayu S Prabowo mengatakan intinya perlu disampaikan kepada masyarakat dampak perubahan iklim terhadap air, pangan, dan peningkatan penyakit.

Dari sana, ia mengatakan masyarakat diajak bergerak bersama mengatasi persoalan lingkungan yang berpengaruh terhadap iklim dan daya hidup masyarakat.

Dialog dihadiri perwakilan MUI, Walubi, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Muhammadiyah, serta LSM lingkungan WWF-Indonesia.

Gerakan Nasional Penyelamatan Bumi tersebut rencananya secara simbolik akan dimulai pada akhir Oktober 2015, sebelum pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim UNFCCC di Paris, Prancis, akhir November 2015. Selain di Jakarta, gerakan secara simbolik ini juga diharapkan dapat di lakukan bersama di bagian barat, tengah, dan timur Indonesia.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015