Jakarta (ANTARA) - Sejumlah akademisi Indonesia memandang China telah menunjukkan peran yang semakin sentral untuk menjembatani tercapainya perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah, terutama di tengah serangan Israel ke Gaza yang kini memasuki tahun ketiga.
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) Asep Setiawan menyampaikan bahwa salah satu bukti peran besar China dalam konflik Timur Tengah adalah melalui Deklarasi Beijing. Dalam deklarasi yang disepakati pada Juli tahun lalu itu, China berhasil menjembatani rekonsiliasi faksi-faksi di Palestina, termasuk Hamas dan Fatah yang merupakan dua faksi terbesar. Upaya penyatuan faksi tersebut, disampaikan Asep, bukanlah langkah yang mudah, namun China mampu mewujudkannya.
Selain itu, China juga disebut cukup aktif menyuarakan perdamaian segera terkait perang di Gaza dalam forum-forum multilateral dunia, terutama lewat perannya sebagai Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dalam berbagai pertemuan Majelis Umum PBB.
"Dari dua hal itu saja kita dapat melihat bahwa China menunjukkan peran yang semakin berkembang untuk perdamaian di Timur Tengah, dan tentunya peran China ini mengimbangi Amerika Serikat (AS) yang selalu hanya berpihak pada satu sisi Israel saja," ujar Asep kepada Xinhua di Jakarta.
Peneliti di Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) tersebut menuturkan bahwa China masih memiliki ruang untuk lebih berkontribusi guna tercapainya perdamaian yang berkelanjutan di Timur Tengah, di antaranya semakin aktif mendorong resolusi dua negara untuk Palestina dan Israel. China juga disebut berpeluang mengambil peran dalam rekonstruksi Gaza pascaperang melalui program Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI).
Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nostalgiawan Wahyudi juga memandang adanya peningkatan peran China untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, termasuk dalam upaya mendorong deeskalasi konflik antara Israel dan Iran beberapa bulan yang lalu.
Perihal Deklarasi Beijing, Nostalgiawan menyebut China dapat "menembus batasan yang tidak bisa dilakukan oleh Amerika Serikat." Dikatakan Nostalgiawan, kemerdekaan Palestina sebagai negara berdaulat akan sulit tercapai jika masih ada pertentangan di dalam Palestina itu sendiri. Kendati demikian, inisiatif penyatuan faksi-faksi oleh China masih perlu dilakukan secara berkesinambungan.
"Inisiatif tersebut masih memerlukan penguatan, misalnya dengan merangkul negara-negara Muslim lain, baik negara-negara Arab maupun non-Arab yang dapat menjadi tangan-tangan untuk lebih taktis," ujarnya.
China telah berulang kali menyerukan penghentian serangan Israel ke Gaza yang hingga saat ini telah menewaskan lebih dari 67 ribu warga sipil, dengan puluhan ribu di antaranya adalah anak-anak.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.