Jakarta (ANTARA) - Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana mendorong kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat lingkungan pariwisata ramah Muslim Indonesia yang lebih baik.

Menurut dia, diperlukan kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak seperti dari sinergi lintas kementerian untuk memajukan pariwisata ramah Muslim melalui tindakan bersama hingga kolaborasi industri, asosiasi, dan sektor swasta menjadi kunci untuk menjamin kualitas dan konsistensi penerapan standar yang jelas.

“Dengan melibatkan mitra domestik dan internasional, kita dapat menyelaraskan dalam menetapkan standar, saling berbagi praktik terbaik, serta memperluas promosi,” kata Menpar Widiyanti dalam konferensi pers acara "The 7th International Halal Tourism Summit, di Jakarta, Kamis.

Menpar Widiyanti menegaskan pada saat yang sama penting untuk memastikan bahwa pariwisata ramah Muslim berakar pada partisipasi ekonomi yang inklusif.

“Kebijakan dan kemitraan industri harus memberdayakan pelaku usaha lokal dan komunitas, agar manfaatnya benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tutur dia.

Baca juga: Wisata halal, "soft power" baru Indonesia di dunia Muslim

Menpar Widiyanti menjelaskan bahwa menurut CrescentRating wisatawan Muslim telah melakukan 176 juta perjalanan internasional pada tahun 2024 dengan peningkatan 21,3 persen dari 145 juta pada tahun 2023, bahkan wisawatan Muslim akan terus berkembang dengan 5,7 persen mencapai 245 juta wisatawan Muslim pada tahun 2030.

Bahkan pengeluaran wisatawan Muslim diperkirakan mencapai 235 miliar dolar AS pada tahun 2030.

Meningkatnya turis Muslim, lanjut Widiyanti, menjaga masa depan perjalanan global, bahkan negara-negara di luar organisasi kooperasi Islam sedang mengambil perhatian mulai menyesuaikan fasilitas dan layanannya bagi wisatawan Muslim.

Menurut Widiyanti, Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, rumah bagi lebih dari 230 juta jiwa Muslim, mencatat lebih dari satu juta perjalanan domestik setiap tahun memiliki modal kuat untuk menetapkan standar global pariwisata Muslim.

“Dengan kekayaan alam dan warisan budaya yang kaya, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang berbeda. Skala dan potensi ini harus membuat kita di depan turis Muslim aspirasi kita jelas, Indonesia harus menetapkan standar bagi pengembangan pariwisata Muslim,” ujar Widiyanti.

Baca juga: Sertifikasi halal jadi daya tarik wisatawan muslim

Dalam menyokong tujuan ini, Indonesia akan memulai edisi 2025 Indonesia Muslim Travel Index yang dikembangkan dengan Bank Indonesia, Enhaii Halal Tourism Center (EHTC), dan CrescentRating, di mana indeks ini mengadopsi framework ACES GMTI, akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan.

“Indonesia Muslim Travel Index memberikan pengetahuan yang berfungsi mengenai kekuatan Indonesia, mengetahui area peningkatan, dan memperkuat industri turisme Indonesia, Selain pengetahuan, Indeks ini akan membimbing kita dalam menyesuaikan standar dan sertifikasi,” tutur Widiyanti.

Widiyanti menjelaskan pendekatan untuk meningkatkan pariwisata ramah Muslim dengan mengedepankan menyusun dan mempromosikan daya tarik wisata, meningkatkan aksesibilitas, serta menstandarkan fasilitas.

Menurut Widiyanti, Indonesia diberkati dengan sejumlah warisan Islam yang seharusnya diperlukan sebagai atraksi yang berbeda memperkuat kebutuhan untuk wisatawan yang mencari pengalaman yang berfokus kepada Muslim, seperti Masjid Raya Baiturrahman di Aceh, Masjid Istiqlal di Jakarta.

“Kita harus mengenali, mengumpul, dan mempromosikan semua kekayaan ini merupakan pengalaman unik yang ramah bagi wisatawan Muslim, yang menampilkan identitas kita serta daya tarik bagi wisatawan global,” kata Widiyanti.

Baca juga: Pelaku usaha pariwisata didorong buka peluang wisata ramah muslim

Baca juga: Wisata halal jadi tawaran menarik bagi wisatawan berminat khusus

Baca juga: IIE 2025 perkuat posisi Indonesia dalam peta wisata halal dunia

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.