Jakarta (ANTARA) - Sekretariat Dewan DPRD Provinsi Bali mengunjungi Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta untuk belajar tata kelola pencegahan dan pengelolaan banjir.
Sekretaris DPRD Bali I Ketut Nayaka saat bertemu Kepala Pusat Data dan Informasi Sumber Daya Air Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Nugraharyadi di kantornya di Jakarta, Kamis, menjelaskan banjir besar yang melanda Bali (10/9) yang menewaskan 18 orang dan menghancurkan banyak fasilitas umum menjadi latar belakang kunjungan ke Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta.
Menurut dia, dilihat dari topografi dan tipe banjir yang ada di Bali dan DKI Jakarta, memang kedua daerah itu tidak sama, namun demikian, cara penanganan banjir perlu dipelajari Bali dari DKI Jakarta. Apalagi, DKI Jakarta memiliki instansi tersendiri dalam penanganan banjir dengan sistem tata kelola yang berbasis digital.
"Penyebab banjir di Bali karena intensitas hujan yang sangat tinggi, berkurangnya ruang penutupan kawasan hutan, hingga alih fungsi lahan," katanya.
Selain itu, isu urbanisasi yang besar-besaran juga menjadi penyumbang utama hilangnya ruang-ruang terbuka hijau, kawasan hutan, penyempitan daerah aliran sungai.
Menurut Nayaka, urbanisasi tidak bisa dipungkiri karena Bali sebagai destinasi wisata utama di Indonesia yang memerlukan SDM di berbagai sektor usaha untuk menopang wisata.
Namun, kepadatan penduduk berdampak pada perluasan wilayah pemukiman yang pada akhirnya menghilangkan banyak tempat strategis untuk konservasi, daerah aliran sungai dan ruang terbuka hijau.
"Adanya alih fungsi lahan yang tidak terkendali untuk menopang perkembangan pariwisata yang begitu cepat sehingga lupa akan potensi musibah. Itulah yang terjadi di Bali saat ini" kata Nayaka didampingi Kabag Persidangan DPRD Bali I Gusti Agung Alit Wikrama dan Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, dan Protokol Sekretariat DPRD Bali Kadek Putra Suantara.
Baca juga: Pemkab Badung lakukan ritual Pemahayu Jagat pascabencana banjir
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi Sumber Daya Air Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Nugraharyadi memaparkan kondisi dan permasalahan banjir di DKI Jakarta yang dipetakan menjadi empat bagian utama yakni 13 sungai dari hulu, banjir rob di daerah Utara, penurunan tanah (land subsidence) dan perubahan tata guna lahan.
Untuk pengendali banjir sendiri, kata dia, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta menggunakan pendekatan dari segi infrastruktur pengendalian banjir meliputi normalisasi sungai/kali, tanggul, kanal, sistem polder.
Selain itu, pihaknya juga mengedepankan run off control (kontrol limpasan) meliputi pembuatan embung, on side detention (kolam detensi, tangki air, simpanan air atap rumah) hingga retensi/konservasi.
Tak kalah penting dari itu semua yakni pendekatan stormwater management Nature Base Solution (NBS) yakni dengan melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat dari tahap perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan. "Kebetulan, pengendalian air dan banjir di DKI ini ada kewenangan Pemerintah Pusat ada kewenangan DKI Jakarta, jadi jelas sistem komando dan koordinasi," katanya.
Dia menjelaskan kondisi Infrastruktur Jakarta saat ini yakni terdapat 1.032 m³/det debit air yang masih harus dikendalikan dengan kapasitas desain di Jakarta 2.357 m³/det dari jumlah debit air masuk ke Jakarta 3.389 m³/det.
Terkait pengelola sumber daya air di DKI Jakarta menggunakan sistem polder. Dia menjelaskan sistem polder merupakan inovasi teknologi pengelolaan sumber daya air yang efektif untuk mengatasi masalah banjir, mengatur drainase, dan memanfaatkan lahan di daerah rendah.
Sistem ini dipakai untuk daerah-daerah rendah dan daerah yang berupa cekungan, ketika air tidak dapat mengalir secara gravitasi.
Agar daerah ini tidak tergenang, maka dibuat saluran yang mengelilingi cekungan. Air yang tertangkap dalam daerah cekungan itu sendiri ditampung di dalam suatu waduk, dan selanjutnya dipompa ke kolam tampungan.
Berdasarkan roadmap kajian pengembangan infrastruktur penanganan banjir, sistem polder DKI Jakarta tahun 2024, tercatat bahwa DKI Jakarta memiliki 70 polder.
Penentuan prioritas penanganan terhadap polder dibagi menjadi 2 indikator, yaitu tingkat keamanan dan riwayat kejadian banjir.
Sarana dan prasarana DKI Jakarta untuk penanganan banjir yakni pompa stasioner 557 unit di 190 lokasi, 449 dumptruk, 627 pompa mobile, 258 alat berat, petugas pengendalian banjir pengelolaan pantai sebanyak 3.943 dan 114 pintu air di 36 lokasi.
"Kami Dinas Sumber Daya Air inilah yang memberikan kebijakan-kebijakan memberikan rambu-rambu agar bagaimana seluruh warga DKI Jakarta bisa menikmati air bersih terus kemudian bisa bagaimana penanganan limbah dari warga DKI Jakarta bisa tertangani dengan baik," katanya.
Terkait usulan pembentukan Dinas Sumber Daya Air di Bali sepeeti di DKI Jakarta, Setwan DPRD Bali Ketut Nayaka mengaku akan menyampaikan hal tersebut kepada pimpinan agar menjadi prioritas. Termasuk juga pembentukan payung hukum yang menaungi Dians tersebut nantinya agar tidak tumpang tindih dengan dinas lain.
Baca juga: BNPB ingatkan banjir di Bali berpotensi terulang
Baca juga: Wapres minta segera perbaiki fasilitas Pasar Badung dan Kumbasari
Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.