Beijing (ANTARA) - Kehidupan Wang Haoze, perempuan China ketiga yang menjalani misi antariksa berawak, diwarnai dengan pelatihan yang melelahkan.
Dia harus menjalani latihan-latihan bertahan hidup di gurun dengan perubahan suhu yang ekstrem, beragam uji coba adaptasi psikologis dalam kondisi klaustrofobik, serta serangkaian latihan maritim yang melibatkan semburan air laut yang dia gambarkan layaknya memotong telinga saya seperti pisau.
Mengutip dari pernyataan Wang, hal yang mendorongnya tetap maju adalah keinginan untuk memberikan kontribusi lebih besar terhadap ilmu pengetahuan di China, serta membantu dunia melihat lebih banyak kehebatan kaum perempuan.
"Alam semesta dipenuhi bintang-bintang, masing-masing merupakan titik kecil, seperti nyala api di hatiku," tulis Wang dalam sebuah puisi sekembalinya dari menjalankan misi penerbangan antariksa Shenzhou-19 selama 183 hari di orbit.
Wang memiliki gelar master dan bergabung dengan industri kedirgantaraan satu dekade lalu, bekerja dalam penelitian mesin roket sebelum menjadi sukarelawan dan terpilih sebagai satu-satunya perempuan di dalam kelompok astronaut ketiga China.
Wang merupakan salah satu pelopor di antara sekitar 40 juta pekerja perempuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di China, yang jejaknya dapat dilihat di berbagai proyek nasional besar dan bidang-bidang mutakhir, mulai dari sektor antariksa, kereta cepat, pesawat komersial, hingga industri biomedis dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Bersama-sama, mereka mencakup hampir separuh dari total tenaga kerja iptek China.
Liang Jianying adalah kepala ilmuwan di CRRC, pemasok peralatan angkutan kereta terbesar di dunia, serta menjadi kekuatan pendorong di balik terobosan China di bidang perkeretaapian.
Di bawah kepemimpinan Liang, beberapa generasi kereta cepat telah dikembangkan, termasuk sistem transportasi kereta levitasi magnetik (magnetic levitation/maglev) yang dapat melaju 600 km per jam, serta CRH380A dengan kecepatan uji coba hingga 486,1 km per jam, dan Fuxing, yang memiliki kecepatan operasional komersial mencapai 350 km per jam.
"Tinggal di negara yang luas dengan medan yang kompleks dan volume arus penumpang yang sangat besar, tidak ada alasan bagi kami untuk tidak berusaha menjadi yang terbaik di dunia, terutama dengan dukungan kuat dari pemerintah," kata Liang.
Seperti Liang, semakin banyak pekerja perempuan di bidang iptek di China yang menjelajah ke area-area yang belum dipetakan, menyuntikkan kearifan yang unik dalam mendorong kemajuan global.
Di bidang kriptografi, Wang Xiaoyun, yang merupakan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS) sekaligus profesor di Universitas Tsinghua, mendapat penghargaan sebagai salah satu dari lima pemenang global di ajang L'Oréal-UNESCO For Women in Science International Awards 2025 pada Mei lalu.
Pengumuman UNESCO menegaskan bahwa penelitian transformatif yang dilakukan oleh Wang telah menginspirasi banyak perempuan untuk mengejar karier di bidang matematika dan keamanan siber.
Berfokus pada fungsi hash, yang merupakan landasan sistem kriptografi, Wang menghabiskan sembilan tahun pertamanya di bidang ini dengan menghasilkan beberapa publikasi. Dedikasinya memuncak dalam sensasi global ketika Wang memecahkan dua algoritma hash internasional utama, MD5 dan SHA-1, pada 2004 dan 2005.
Alih-alih berpuas diri dengan pencapaian itu, Wang memimpin timnya ke bidang baru, yakni kriptografi pascakuantum (post-quantum cryptography/PQC), berupaya membangun pertahanan keamanan digital yang lebih kuat untuk masa depan.
Di sektor perawatan kesehatan, Zhang Wen, yang merupakan wakil direktur reumatologi dan imunologi di Rumah Sakit Peking Union Medical College, telah melakukan penelitian tentang kondisi langka yang dikenal sebagai penyakit terkait IgG4 selama lebih dari satu dekade.
Zhang memimpin perumusan konsensus para pakar dan pedoman diagnostik pertama China untuk penyakit tersebut, dan merupakan satu-satunya perwakilan China yang berkontribusi pada panduan pengobatan internasional pertama negara itu, mengintegrasikan pengalaman klinis China ke dalam pemahaman global.
"Kita tidak boleh hanya merawat pohon-pohon secara individu, tetapi juga berkontribusi terhadap keseluruhan hutan," kata Zhang.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.