Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menyita ribuan meter kubik kayu bulat ilegal yang diduga hasil pembalakan liar.
Kayu tersebut diangkut menggunakan kapal tongkang Kencana Sanjaya & B dan tugboat Jenebora I yang diamankan di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur.
“Dari hasil pengembangan, ternyata barang (kayu ilegal) ini berasal dari Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Anang Supriatna di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa.
Dia mengatakan, penyitaan ini merupakan hasil pengembangan operasi di kawasan Hutan Sipora yang mengungkap praktik pembalakan liar terorganisir oleh PT BRN yang bergerak di bidang kayu dan seorang individu berinisial IM.
Dijelaskan Anang, modus yang digunakan dalam kasus ini adalah pemalsuan dokumen legalitas kayu dengan memanfaatkan Pemilik Hak Atas Tanah (PHAT).
“Yang legalitas dari PHAT kurang lebih 140 hektare. Ternyata dari hasil ini, hampir dari tanah Hutan Sipora, hampir 730 hektare itu menebang di wilayah yang tidak ada izinnya,” katanya.
Kayu hasil pembalakan dijual ke PT HLMP di Gresik, Jawa Timur, dengan total 12.000 meter kubik sejak Juli–Oktober 2025.
“(Kayu) sampai dijual ke daerah masuk wilayah Gresik dan ke salah satu pengusaha di daerah Jepara, Jawa Tengah,” ujarnya.
Perkara pembalakan liar ini kini ditangani oleh Ditjen Gakkum Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kejaksaan Agung.
Atas perbuatannya, PT BRN ditetapkan sebagai tersangka korporasi dan IM ditetapkan tersangka perseorangan. Anang membuka peluang bahwa akan ada tersangka lainnya lantaran masih dalam proses penyidikan.
Pelaku disangkakan melanggar Undang-Undang (UU) Kehutanan dan UU Pencegahan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar.
Anang juga mengungkapkan, total kerugian negara akibat adanya pembalakan liar ini diperkirakan mencapai Rp239 miliar yang terdiri dari kerugian ekosistem sebesar Rp198 miliar dan nilai ekonomi kayu sebesar Rp41 miliar.
“Ini kayu meranti. Kayunya itu besar-besar yang menurut dari Dinas Kehutanan, untuk masa tanam itu selama sekitar 50 tahun ke atas,” ucapnya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin selaku Pengarah Satgas PKH mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemantauan dan informasi awal yang diterima, terdapat praktik penebangan liar di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, sejak tahun 2023 hingga tahun 2025.
Dia menekankan, dugaan kegiatan penebangan liar ini bukan hanya persoalan pelanggaran administratif atau perizinan, tetapi telah menyentuh ranah pidana yang berdampak serius terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan sumber daya hutan negara.
Maka dari itu, Satgas PKH akan mengusut tuntas dugaan kegiatan penebangan liar ini.
Baca juga: Satgas PKH kuasai kembali 5.209 hektare lahan tambang ilegal
Baca juga: Satgas PKH akan usut dugaan illegal logging di Kepulauan Mentawai
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.