Kediri (ANTARA) - Pesantren di Kediri, Jawa Timur menuntut permintaan maaf secara langsung atas tayangan televisi Trans7 dalam program Xpose Uncesored yang dinilai membuat sakit hati para ulama dan santri.
"Seharusnya sudah ada rencana dari Trans7 ke pengasuh (PP Lirboyo Kediri). Jadi, kami mohon maaf karena tayangan itu membuat sakit hati," kata Pengasuh Pondok Pesantren Roudhotul Ibaad, Dusun Kaliawen Timur, Desa Ngino, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, K.H Basori Alwi di Kediri, Selasa.
Pihaknya juga sudah membicarakan hal ini dengan para pengasuh pesantren di Kediri dan mereka juga menyesalkan dengan isi dari tayangan tersebut yang dinilai menyinggung dan membuat sakit hati para ulama dan santri.
Baca juga: Ketua KPI ambil sikap tegas terhadap tayangan Trans7 soal pesantren
"Kami prihatin dengan berita tersebut. Yang ditulis dan narasi yang dibicarakan santri itu bahasa jawanya santri loro ati (santri sakit hati), karena menurut kami ini bukan lagi masalah sepele, tapi marwah santri juga tergantung pada kemuliaan kiai," kata dia.
Ia mengatakan pesantren adalah tempat pendidikan yang mandiri dari dulu, bahkan pesantren tempat untuk mendidik adab dan akhlak.
Ia menambahkan jika memang ada nominal yang diberikan untuk kiai itu tidak sebanding dengan ilmu yang telah diberikan. Bahkan, ada dalam salah satu kitab ulama terdahulu dalam Bahasa Arab yang intinya adalah satu huruf ilmu kalau dihargai dengan uang adalah 1 juta dirham.
"Bahkan, di salah satu buku atau kitab karya para ulama dulu satu huruf ilmu itu kalau dihargai dengan uang satu juta dirham. Itulah harganya ilmu. Contoh lagi, bahkan para santri tidak ada yang berani lewat depan rumah kiai-nya," kata dia.
Ia menjelaskan tentang santri yang tidak berani lewat di depan rumah kiai, karena takut mengganggu istirahat dari sang guru.
"Ada narasi lagi (kalau para kiai memperbudak para santri). Bahasa perbudakan terjadi di golongan orang tidak berilmu. Kalau di kalangan santri tidak ada perbudakan sama sekali. Para santri sangat bersenang hati ketika diperintah sang gurunya, karena santri merasa tidak akan bisa membalas tentang mahalnya ilmu yang diberikan kepadanya," kata dia.
Baca juga: FPTP desak KPI panggil Trans7 imbas tayangan Pesantren Lirboyo
Ia menambahkan selama ini para kiai memberikan ilmu tidak mengejar dunia. Kiai dengan ikhlas memberikan ilmu ke santrinya agar mereka menjadi lebih baik.
Untuk itu, pihaknya juga meminta agar Presiden Prabowo Subianto memperhatikan masalah ini.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar Dewan Pers turun tangan terkait dengan kejadian ini. Bahkan, jika memungkinkan izin dari perusahaan itu dikaji lagi.
"Kalau pun pihak televisi sudah minta maaf, hal ini tidak cukup dengan maaf. Sebab, zaman sekarang, berita buruk sudah menyebar, konfirmasi dan pelurusan berita tidak akan seviral berita yang dicitrakan buruk. Kami tetap menuntut Pemerintah cabut izin Trans7," kata dia.
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur juga menyoroti tayangan tersebut yang dinilai mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) serta menyebarkan informasi yang menyesatkan terkait kehidupan di pondok pesantren.
Baca juga: Ketua Komisi VIII DPR minta Dewan Pers panggil Trans7
Baca juga: PBNU tempuh jalur hukum atas tayangan Trans7 dinilai hina pesantren
Ketua KPID Jawa Timur Royin Fauziana menyatakan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah laporan dari masyarakat dan tokoh pesantren di berbagai daerah, yang merasa keberatan atas penyajian isi tayangan tersebut.
KPID menilai ada indikasi pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), khususnya terkait penghormatan terhadap nilai-nilai agama dan keberagaman.
“Penyiaran harus memperkuat toleransi, bukan sebaliknya. Tayangan dengan narasi yang mengarah pada stigma terhadap kelompok tertentu jelas bertentangan dengan semangat keberagaman bangsa,” ujarnya.
Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.