Pentingnya peningkatan gizi bagi generasi penerus bangsa menjadi perhatian serius Kementerian Kesehatan. Kewajiban kita semua untuk mempersiapkan anak sejak dini menjadi anak yang sehat, cerdas dan memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.

Dalam kaitan mempersiapan anak tersebut, harus dilakukan secara terencana, tepat, intensif dan berkesinambungan baik oleh keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Salah satu upaya yang paling mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang anak secara optimal sekaligus memenuhi hak anak adalah memberikan makanan terbaik bagi anak sejak lahir hingga usia dua tahun.

Pemerintah  telah menggalakkan pemberian ASI Eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan yang dilanjutkan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas dan tetap meneruskan pemberian ASI sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih. 

Hal ini didukung dengan diterbitkannya PP 33/2012 tentang Pemberian ASI Ekslusif  sebagai upaya untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif yang merupakan awal dari penciptaan generasi berkualitas untuk membangun Indonesia di masa mendatang.

Sehubungan dengan hal tersebut, seluruh elemen masyarakat diharapkan untuk mendukung Strategi Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) yang telah menjadi rekomendasi WHO yaitu dimulai dengan penerapan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja tanpa menambahkan makanan atau minuman lain hingga bayi berusia 6 bulan, dilanjutkan dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), dan pemberian ASI terus diberikan hingga anak berusia 2 tahun atau lebih.

Selain ditingkat Pusat diharapkan di tingkat daerah ada regulasi yang mengatur Pemberian ASI Eksklusif sesuai dengan harapan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.

Regulasi ini akan mendorong Program Pemberian ASI di tingkat provinsi dan kabupaten/kota baik berupa Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur dan Bupati/Walikota tentang pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Sebagai contoh Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 tahun 2010 tentang Air Susu Ibu Eksklusif, Keputusan Gubernur NTB Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dan Perda Kabupaten Klaten No. 7 Tahun 2008 tentang IMD dan Air Susu Ibu Eksklusif.

Saat ini Kementerian Kesehatan RI telah memiliki dokumen Rencana Aksi Akselerasi Pencapaian ASI Eksklusif yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan Program Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif di tingkat pusat dan daerah.

Selain membuat bayi menjadi lebih sehat, tumbuh kembangnya pun menjadi lebih berkualitas karena kandungan gizi ASI yang begitu sempurna, pemberian ASI Ekslusif juga dapat menurunkan angka kematian bayi.

Berdasarkan data Susenas cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0 – 6 bulan di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 61,3% tahun 2009 menjadi 61,5% pada tahun 2010. Namun cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 34,3 % pada tahun 2009 menjadi 33,6% pada tahun 2010.

Banyak faktor yang menyebabkan para ibu enggan menyusui bayinya secara ekslusif. Di antaranya, tidak tersedia tempat menyusui atau memerah ASI. Begitu pula dengan tidak adanya tempat pengasuhan anak di tempat kerja dan fasilitas umum. Bisa juga karena kurangnya pengetahuan pekerja mengenai pengelolaan ASI itu sendiri.

Hal tersebut diungkapkan Dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOK, PhD, Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga, dalam temu media berkenaan dengan Pekan ASI Sedunia 2015, di Jakarta (4/9).

"Bagi ibu yang bekerja, ibu tidak diberikan kesempatan untuk menyusui atau memerah ASI oleh pihak kantor. Waktu kerja ibu selama 8 jam juga menyebabkan ibu tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyusui anaknya. Untuk membawa bayi ke tempat kerja, jelas tidak mungkin."
 
Sebagai solusi atas permasalahan tesebut, Kementerian Kesehatan menggulirkan Program Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP). Salah satu ruang lingkup kegiatannya berupa peningkatan pengelolaan ASI selama waktu kerja.

GP2SP merupakan kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan beberapa instansi. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan status kesehatan gizi pekerja perempuan demi mencapai produktivitas yang maksimal. Selain itu, program ini dibuat untuk mendukung target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang telah disepakati dunia internasional. Target yang dimaksud adalah target MDGs nomor 4 mengenai penurunan angka kematian anak dan nomor 5 mengenai penurunan angka kematian ibu.

GP2SP ini sebenarnya merupakan bentuk revitalisasi dari program Kementerian Kesehatan RI di tahun 1997, yaitu Gerakan Pekerja Wanita Sehat Produktif (GPWSP).

"Lokus program GP2SP ini adalah 29 provinsi, 201 kabupaten, 829 kecamatan, dan 3041 perusahaan di Indonesia," katanya.

Target pada tahun ini sebanyak 12 provinsi telah melaksanakan program ASI di tempat kerja. Dan, pada 2019 ditargetkan sebanyak 29 provinsi telah melaksanakan program ini.

Sejak tahun 2014, sudah mulai dilakukan pelaksanaan program ASI di tempat kerja dengan model di 5 kabputen/kota – Batam, Bandung, Bogor, Sukoharjo, dan Pasuruan, yang mempunyai industri skala menengah atau besar dengan perusahaan mayoritas perempuan pekerja lebih dari 100 orang.

Indonesia memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif, terutama dari kalangan ibu pekerja. Terlebih Indonesia juga sudah menandatangani ‘Deklarasi Innocenti’ pada 1990 mengenai Ibu Menyusui.

Negara kita juga meratifikasi Konvensi ILO no 183 tahun 2000 tentang Perlindungan Maternitas di Tempat Kerja, yang menyatakan setiap negara diharuskan memberikan perlindungan dan dorongan kepada ibu agar berhasil memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya.

"UU Ketenagakerjaan pasal 83  menyebutkan pekerja atau buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja," tambahnya.

Beberapa kementerian terlibat dalam program penggalakkan pemberian ASI di ruang publik, antara lain Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Kesehatan.

"Untuk tempat umum seperti mal dan hotel digalakkan Kementerian PP&PA.Tapi secara teknis Kementerian Kesehatan yang mengatur," tutupnya.
Berita dan Info kesehatan lebih lanjut dapat dilihat di laman http://www.depkes.go.id dan http://www.sehatnegeriku.com.[*]






   

Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2015