Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Kesehatan berencana menyiapkan tim untuk memantau ketersediaan fasilitas menyusui atau memerah air susu ibu (ASI) di tempat kerja.

"Peraturan (yang mendukung pemberian ASI di tempat kerja) sudah ada. Ada Undang-Undangnya, berarti mempunyai kekuatan hukum. Sosialisasinya memang masih kurang. Orang-orang masih mencoba melanggar. Kita akan buat tim, untuk memantau apakah tempat kerja memenuhinya," ujar Direktur Bina Kesehatan Anak, Kementerian Kesehatan, dr. Jane Soepardi, di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut, kata dia, berdasarkan data International Labour Organization (ILO), untuk kategori perusahaan yang masuk kategori Better Work Indonesia (BWI) saja, belum semuanya, menyediakan ruang laktasi bagi ibu menyusui.

"Data dari International Labour Organization (ILO) Jakarta tahun 2015, diketahui bahwa dari 142 perusahaan yang termasuk dalam daftar Better Work Indonesia (BWI), hanya 85 perusahaan saja yang telah memiliki ruang laktasi," kata Jane.

Hal inilah, tutur dia, yang menjadi salah satu alasan capaian angka ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, yakni di bawah 80 persen.

Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes pada 2013, diketahui cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, hanya 54,3 persen saja.

"Salah satu faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif adalah belum semua tempat kerja yang menyediakan ruang laktasi," kata dia.

Selain itu, Jane mengakui, kegiatan edukasi, advokasi dan kampanye mengenai pemberian ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) juga belum maksimal.

Dia mengatakan, 38 persen angkatan kerja di Indonesia adalah pekerja perempuan. 25 juta orang di antaranya berada di usia produktif.

Secara fisiologis mereka mengalami siklus haid, hamil, menyusui, sehingga industri harus membantu memfasilitasi agar kondisi fisik mereka tidak mengganggu kerja mereka.

Oleh karena itu, Kemenkes mendorong agar industri mendukung program ASI eksklusif di tempat kerja, di antaranya dengan memberikan kesempatan bagi ibu bekerja menyusui bayinya selama waktu kerja atau menyediakan tempat memerah ASI berupka ruang ASI di tempat kerja.

"Dengan demikian, hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dapat diwujudkan dan produktivitas pekerja perempuan dapat meningkat," tutur Jane.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015