Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi'i yakin izin prakarsa pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren akan terbit saat peringatan Hari Santri 2025, usai dirinya bertemu dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini.
“Hari ini saya bersilaturahim ke Menpan RB Ibu Rini. Alhamdulillah, ada kabar baik. Surat permohonan izin prakarsa pembentukan Ditjen Pesantren ditandatangani hari ini untuk dikirim ke Sekretariat Negara,” ujar Wamenag di Jakarta, Jumat.
Wamenag mengapresiasi pendampingan yang dilakukan Kemenpan RB dalam proses pengusulan pembentukan Ditjen Pesantren. Pasalnya, usul ini sudah berproses sejak 2019, lalu diusulkan kembali pada 2021, 2023, dan 2024.
Ia menjelaskan pembentukan Ditjen Pesantren mendesak karena lembaga pendidikan Islam tersebut mengemban mandat undang-undang yang sangat berat. Pasal 4 UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren mengatur tiga fungsi pesantren, yaitu pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
“Ketiga fungsi ini bahkan sudah diperankan banyak pesantren sejak sebelum Indonesia merdeka. Pesantren sudah ada sejak abad 15 masehi,” kata dia.
Baca juga: HNW dukung pembentukan Ditjen Pesantren untuk kemajuan pesantren
Fungsi pendidikan yang diemban pesantren, menurut Wamenag, terus berkembang, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi (ma’had aly). Lembaga pendidikan keagamaan Islam khas Indonesia ini menjadi kawah bagi para jutaan santri dalam mendalami ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.
Pesantren dan para lulusannya juga berkiprah di berbagai bidang kehidupan sosial, memberi pemahaman keagamaan yang moderat bagi masyarakat.
“Dakwah pesantren mempromosikan nilai tawassuth, tawazun, i'tidal, dan tasamuh. Ini membangun modal sosial yang diperlukan dalam membangun kerukunan umat,” kata Wamenag.
Sementara dalam fungsi pemberdayaan masyarakat, pesantren terbukti bukan menjadi lembaga yang seperti menara gading keilmuan, tapi juga menjadi episentrum pembangunan ekonomi lokal.
Menurutnya, eksistensi pesantren terbukti ikut berkontribusi dalam menyukseskan agenda nasional pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, dan penciptaan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, terutama di wilayah perdesaan.
“Tiga fungsi ini tidak bisa berkembang jika hanya dikelola dalam satuan kerja setingkat eselon II, di bawah Ditjen yang fokus pada fungsi pendidikan Islam. Perlu kehadiran negara untuk bisa lebih mengoptimalkan tiga fungsi pesantren, tidak hanya pendidikan, tapi juga dakwah dan pemberdayaan masyarakat,” kata Wamenag.
Kementerian Agama mencatat saat ini ada lebih dari 42 ribu pesantren yang terdaftar. Jumlah pesantren bahkan diperkirakan bisa mencapai 44 ribu karena masih ada beberapa lembaga yang belum terdaftar. Puluhan ribu pesantren itu, kini mengelola lebih dari 11 juta santri dengan kurang lebih 1 juta kiai atau dewan guru.
Selain itu, Direktorat Pesantren saat ini juga membina 104.204 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan 194.901 Lembaga Pendidikan Al-Qur'an (LPQ).
“Ini secara kuantitas bukan jumlah yang sedikit. Ditjen Pesantren dibutuhkan karena kehadirannya sesuai dengan kebutuhan atas layanan umat beragama. Kita juga sudah hitung analisis beban kerja setiap unit organisasi/jabatan jika terbentuk Ditjen Pesantren,” katanya.
“Ikhtiar Kemenag bersama Kemenpan RB sudah maksimal. Saya optimis izin prakarsa dari Presiden terbit sebelum 22 Oktober 2025 sebagai hadiah Hari Santri, sekaligus penghormatan kepada para kyai yang telah mendedikasikan diri untuk pengembangan pesantren," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Ahmad Muzani: Pondok Pesantren setara pendidikan formal
Baca juga: Wamenag harap izin prakarsa Ditjen Pesantren terbit sebelum 22 Oktober
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.