Dari penggeledahan di kantor terdakwa ditemukan di dalam tas kerja terdakwa ada 284.862 dolar AS...."
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti merugikan keuangan negara hingga Rp11,124 miliar.

"Menyatakan terdakwa Waryono Karno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu alternatif kedua dan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua primer dan dakwaan ketiga. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut berupa pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta dan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Waryono Karno dinyatakan memberikan 140 ribu dolar AS kepada Sutan Bhatoegana dan menerima uang sebesar 284.862 dolar AS.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Waryono divonis 9 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan dan wajib membayar uang pengganti sebesar Rp150 juta subsider 1 tahun kurungan. Vonis diambil oleh majelis hakim yang terdiri atas Artha Theresia, Saiful Aris, Aswijon, Ugo dan Alexander Marwata.

"Dari penggeledahan di kantor terdakwa ditemukan di dalam tas kerja terdakwa ada 284.862 dolar AS, majelis berkesimpulan uang Rp150 juta itu termasuk dan bagian 284.862 dolar AS yang ditemukan di tas, sehingga terdakwa tidak perlu dibebani uang pengganti sesuai pasal 18," ungkap anggota mejelis Saiful Aris

Hal yang memberatkan menurut hakim adalah perbuatan Waryono bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi.

"Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa banyak menerima penghargaan dari pemerintah karena jasa-jasanya untuk negara terdakwa sudah lanjut usia," tambah hakim Saiful.

Dalam dakwaan pertama, Waryono dianggap terbukti merugikan keuangan negara senilai Rp11,124 miliar dari tiga kegiatan di Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM sepanjang 2012 berdasarkan pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kegiatan pertama adalah sosialisasi sektor ESDM BBM bersubsidi dengan anggaran awal adalah Rp5,3 miliar. Namun agar bisa penunjukkan langsung dipecah menjadi 48 paket anggaran dengan nilai anggaran Rp100 juta.

Padahal kegiatan itu fiktif dan hanya membuat laporan pertanggungjawaban dan membuat perusahaan seolah-olah pelaksana kegiatan sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp3,7 miliar

Kegiatan kedua adalah sepeda sehat dalam rangka sosialisai hemat energi tahun 2010 dengan anggaran Rp4,175 miliar dengan rencana dilaksanakan dalam 6 paket, namun dipecah menjadi 35 paket dengan nilai Rp100 juta.

Kegiatan tersebut juga hanya membuat laporan pertanggungjawaban palsu yang menimbulkan kerugian negara sebanyak Rp4,18 miliar.

Kegiatan ketiga adalah perawatan gedung kantor Sekretaritan ESDM tahun anggaran 2012 dengan anggaran Rp37,817 miliar, namun hanya Rp17,548 miliar yang digunakan yaitu untuk merenovasi tiga gedung Setjen KESDM (Plaza Centris) di Jalan HR Rasuna Said, gedung Setjen KESDM di Jalan Pegangsaan Timur dan Gedung Setjen KESDM di Jalan Medan Merdeka Selatan dengan total kerugian negara dari tiga renovasi gedung itu adalah Rp3,7 miliar.

"Terdakwa mendapatkan keuntungan sebesar Rp150 juta dan menguntungkan korporasi dan orang lain seperti di atas, jadi unsur menguntungkan diri sendiri dan korporasi telah terbukti menurut hukum," kata hakim.

Waryono juga dinilai terbukti melakukan perbuatan dakwaan kedua yaitu berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu memberikan 140 ribu dolar AS (sekitar Rp1,6 miliar) kepada mantan Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana.

Tujuan pemberian itu adalah agar Sutan dapat mempengaruhi para anggota Komisi VII DPR terkait pembahasan dan penetapan asumsi dasar migas APBN-Perubahan tahun Anggaran 2013, pembahasan dan penetapan asumsi dasar subsidi listrik APBN-P tahun anggaran 2013 dan pengantar pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian dan Lembaga (RKA-KL) APBN-P tahun anggaran 2013 pada Kementerian ESDM.

"Terdakwa berkepentingan dan bermaksud agar Komisi VII tidak bertele-tele menurut terdakwa, dan Sutan berkewajiban untuk menaati norma DPR sehingga termasuk dalam penyelenggara negara untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," tambah hakim.

Dakwaan ketiga berdasarkan pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu menerima gratifikasi sebesar 284.862 dolar AS yang diperoleh dari hasil penggeledahan di kantor terdakwa dalam perkara mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

"Meski terdakwa menerangkan 284.862 dolar dolar AS berasal hari hasil sewa apartemen 2011-1014, honor perjalanan luar negeri, penukaran mata uang asing, majelis berpendapatn uang 284.862 dolar AS berasal dari pemberian orang lain yaitu anak buah terdakwa maka hal itu harus disimpulkan gratifikasi untuk terdakwa dan uang dari Rudi Rubiandini yang akan diberikan ke Sutan Bhatoegana tapi karena jumlahnya kecil maka disimpan oleh anak buah terdakwa Didi Dwisutrisnohadi dan sampai penyidikan disimpan oleh Didi," ungkap hakim.

Apalagi hakim menilai bahwa harta Waryono besar yaitu Rp39 miliar yang di antaranya berupa 200 bidang tanah.

"Terdakwa mengatakan uang 284.862 dolar AS untuk pengobatan istri terdakwa tapi tidak ada laporan mengenai uang itu dalam LHKPN maka unsur gratifikasi sudah terbukti," tegas hakim.

Seusai mendengar putusan hakim, Waryono yang sepanjang sidang kerap menggelengkan kepala itu, mengaku terkejut.

"Jujur saja saya mungkin masih terkejutlah, karena banyak hal yang tidak terjadi," kata Waryono seusai sidang.

Ia mengaku masih akan berunding dengan keluarga dan penasihat hukum apakah akan menjukan banding atau tidak.

"Saya rundingkan dulu dengan keluarga dan penasihat hukum," tambah Waryono singkat.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015