Jakarta (ANTARA) - Dalam beberapa tahun terakhir, sorotan publik terhadap sektor koperasi, khususnya pada bidang Usaha Simpan Pinjam (USP), dipenuhi nada sumbang.
Berita tentang gagal bayar, penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), hingga skandal yang melibatkan miliaran rupiah dana anggota menjadi headline yang merusak citra pilar ekonomi nasional.
Kepercayaan masyarakat, yang sejatinya adalah modal utama koperasi, tergerus habis. Situasi tersebut diperparah oleh kerangka hukum yang tidak memadai.
Setelah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, kita terpaksa kembali bergantung pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 (UU 25/1992) yang sudah berusia lebih dari tiga dekade.
Kerangka hukum lama terbukti tidak mampu menangani kompleksitas Koperasi Sektor Jasa Keuangan (KSJK) di era modern.
Pengawasan yang masih bersifat administratif dan pembinaan dari Kementerian atau Dinas Koperasi tidak memiliki gigi untuk mengelola risiko likuiditas, tata kelola yang buruk, dan praktik-praktik investasi berisiko tinggi yang kerap dilakukan KSJK.
Akibatnya, ketika persoalan muncul, anggota menjadi pihak yang paling dirugikan tanpa adanya sistem penjaminan simpanan yang legal dan efektif. Koperasi yang seharusnya menjadi soko guru, justru rapuh karena tidak ada pagar pengaman yang kuat.
Oleh karena itu, penyusunan regulasi baru tentang Perubahan Keempat atas UU No 25 Tahun 1992 bukan sekadar kewajiban normatif untuk mengisi kekosongan hukum.
Lebih dari itu, upaya penyelamatan kelembagaan diperlukan. Regulasi baru menawarkan solusi terstruktur dan konstruktif, dengan membagi koperasi secara tegas menjadi koperasi sektor riil, koperasi sektor jasa keuangan, dan koperasi yang menyelenggarakan usaha simpan pinjam (KSP/KSPPS).
Pemisahan tersebut menjadi pintu masuk bagi dua intervensi kelembagaan yang paling kritis dan mendesak: menciptakan pengawasan yang independen dan menjamin keamanan dana anggota.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.