Mekkah (ANTARA News) - Tidak ada yang menyangka musibah menimpah para jamaah calon haji dari berbagai penjuru dunia, justru di Masjidil Haram, yang selama ini dianggap tempat teraman bagi umat Islam.

Sebuah alat berat berupa mobil "crane" pengerek bahan bangunan berat untuk perluasan masjid terbesar di Mekkah itu tiba-tiba roboh dan menghantam bangunan teratas masjid di sisi Bukit Safa, Jumat (11/9).

"Bunyinya keras sekali, bahkan seperti ada kepulan asap. Mungkin akibat crane menghantam beton lantai tiga," kata Affandi jamaah dari Riau.

Affandi yang datang ke Masjidil Haram sejak Dzuhur, sebenarnya berencana kembali kepemondokannya setelah Shalat Ashar. Namun, karena hujan sangat deras disertai angin kencang, dia pun mengurungkan niat pulang dan kembali ke dalam masjid.

"Kejadian cepat sekali. Para petugas keamanan yang berada di luar langsung berhamburan masuk ke dalam mengatur jamaah yang panik," ungkapnya.

Ia pun tak menyangka akibat mobil crane yang roboh tersebut, banyak korban meninggal dan mengalami luka berat maupun ringan.

Pemerintah Arab Saudi, seperti diungkapkan Arabianews, menyebutkan sekitar 117 orang meninggal pada peristiwa tersebut, dan sekitar 300 orang mengalami cedera berat dan ringan.

Korban terbesar sementara ini yang dirilis Al Arabiya News adalah jamaah meninggal berasal dari Bangladesh (25), Iran (25), Mesir (23), Pakistan (15), India (10), Malaysia (6), Aljazair dan Afganistan masing-masing satu orang.

Sedangkan Indonesia, tidak disebut sama sekali sebagai salah satu negara dengan korban terbesar dalam musibah tersebut.


Musibah

Memang dalam beberapa pekan terakhir jamaah calon haji, baik dari Indonesia maupun negara lain yang datang ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW mendapat ujian cuaca yang luar biasa ekstrem.

Tidak hanya terkait suhu udara yang bisa menembus angka 45 derajat celcius, tapi juga badai pasir, angin kencang, dan hujan lebat yang tiba-tiba turun.

Namun, hujan yang turun juga bisa menjadi berkah, karena setelah air tercurah dari langit, suhu udara di bumi tandus seperti Mekkah, menjadi lebih sejuk.

Suhu yang biasanya pada siang hari mencapai di atas 40 derajat celcius, bisa turun hingga 33 derajat celcius, sehingga udara terasa lebih adem.

"Di Arab Saudi dalam setahun bisa tidak hujan sama sekali," kata Halimah, tenaga musiman (temus) yang bertugas di bagian kesekretariatan pada PPIH Arab Saudi Daker Mekkah.

Halimah yang keturunan Arab dan telah menetap di Jeddah selama hampir setahun itu, mengaku cukup kaget Mekkah dan daerah disekitarnya turun hujan lebih sering dalam beberapa pekan ini.

Memang biasanya hujan turun sore hari. Sama seperti ketika muncul badai pasir pada tanggal 8 September, dan kemudian ada hujan deras disertai angin kencang pada 11 September 2015.

"Ini sebenarnya fenomena alam biasa," ucap Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Abdul Djamil, ketika badai pasir menyebabkan dua penerbangan dari Tanah Air yang seharusnya mendarat di Bandara International King Abdul Aziz (KAA) Jeddah terpaksa dialihkan ke Madinah.

Menurut dia, menjelang musim semi, perubahan cuaca di Arab Saudi memang agak ekstrem. Oleh karena itulah, jamaah diimbau tidak memaksakan diri keluar pemondokan bila cuaca buruk datang.

Namun, siapa yang bisa menduga, hujan deras Jumat sore itu akhirnya membawa korban yang tidak sedikit. Sementara pada saat badai pasir yang melanda Jeddah dan sedikit wilayah di Mekkah, tidak menyebabkan kerusakan sedikit apapun.

Tidak ada satu pun jamaah, baik dari Indonesia maupun negara lain yang melaporkan kerugian mereka pada saat badai pasir yang cukup besar dan menimbulkan kehebohan di Tanah Air.


Korban

Namun kini, hujan deras dan angin kencang telah menyebabkan kerugian yang besar, tidak hanya korban jiwa dan luka, namun juga citra Pemerintah Arab Saudi yang terkesan tidak menghormati tamu-tamu Allah yang datang, karena pembangunan Masjidil Haram tetap berjalan meski musim haji telah tiba.

Mungkin saja itu musibah tersebut adalah kulminasi dari rangkaian ujian-ujian sebelumnya dari Allah di Tanah Suci.

Indonesia sendiri kehilangan sekitar 11 jamaah yang meninggal pada peristiwa tersebut. Itu baru jamaah yang teridentifikasi, belum termasuk beberapa orang yang melaporkan kehilangan saudara mereka sejak musibah crane roboh pada Jumat sore itu.

Amalia Siregar, misalnya, dari Padang Lawas, Medan, Sumatera Utara, mengaku kehilangan adiknya Janiro Ganumbang Siregar, yang tidak pernah kembali ke pemondokan sejak Jumat kelabu itu.

"Buat saya yang penting saya tahu nasib adik saya dalam keadaan meninggal atau hidup. Kalau memang meninggal, setidaknya kami tahu jasadnya di mana," ujar Amalia sambil berlinang air mata saat melaporkan kehilangan adiknya di Balai Pengobatan Haji Indonesia, di Mekkah.

Diakui Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) 1436H/2015M Arsyad Hidayat, tidak mudah bagi pihaknya melakukan identifikasi korban, terutama yang tanda-tanda fisik sudah hilang, seperti gelang, tas, atau jasad mereka.

"Karena yang jatuh crane yang sangat berat dan dari ketinggian pula, banyak korban tertimpa yang sudah tidak bisa dikenali lagi," imbuhnya.

Untuk itu, lanjut Arsyad, yang pada saat kejadian langsung menuju lokasi musibah, pihaknya akan berupaya mencari cara lain dengan mengajak anggota keluarga ke pemulasaran mayat di Al Muashim, guna mengidentifikasi korban.

"Ada bapak yang yakin istrinya telah meninggal, setelah melihat gelang dan tahi lalat di wajah jenazah perempuan," ungkapnya.

Sampai saat ini (16/9), seperti dikemukakan Ketua Komisi VIII DPR-RI Saleh P Daulay, ada dua jenazah yang sudah tidak utuh lagi dan diduga merupakan jamaah Indonesia korban crane roboh.

"Saya telah meminta Kementerian Agama sebagai PPIH untuk secepatnya memberi kepastian kepada keluarga korban, agar mereka tenang. Ini bagian dari tanggung jawab negara," ujar Saleh yang datang bersama anggota Komisi V dan Komisi IX untuk melakukan pengawasan pelaksanaan ibadah haji.

Selain korban meninggal, sebanyak 42 jamaah Indonesia juga mengalami cedera berat dan ringan pada peristiwa tersebut.

"23 jamaah kini telah kembali ke pemondokan masing-masing, sedangkan 19 orang lagi masih dirawat di RSAS (Rumah Sakit Arab Saudi)," papar Arsyad.

Oleh Risbiani Fardaniah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015