Kami akan tindak lanjuti mafia-mafia yang masih beroperasi di lapas-lapas. Kami akan kerja sama dengan stakeholders terkait. Bila perlu, saya akan libatkan unsur TNI. Seluruh unsur akan kami libatkan, tidak terbatas hanya unsur polisi saja."
Kupang (ANTARA News) - Upaya memberantas peredaran narkoba di Indonesia yang masih berlangsung di berbagai daerah, tampaknya belum menemui titik akhir.

Berbagai pengungkapan kasus narkoba oleh aparat penegak hukum selalu menjadi berita hangat yang sering muncul di layar televisi, dan halaman depan surat kabar serta media-media "online".

Untuk mengkoordinasikan penanganan masalah penyalahgunaan narkoba, pemerintah Indonesia sejak tahun 2002 telah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika serta Keppres Nomor 17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.

Badan ini dibentuk agar bisa menjadi suatu badan yang bisa menjadi pemimpin dalam penanganan kasus-kasus narkoba di Tanah Air ini, baik mulai dari pencegahan sampai dengan pemberantasan.

Berbagai hal dilakukan oleh BNN agar barang haram tersebut dibumihanguskan ketika memasuki wilayah Indonesia. Namun dalam pelaksanaan tugas itu, BNN tentu tidak ingin hanya bekerja sendiri.

Di sisi lain, lembaga pemasyarakatan (lapas) justru menyimpan masalah tersendiri. Sejumlah kasus mengindikasikan bahwa transaksi peredaran barang haram tersebut sering terjadi di sana.

Dari dalam Lapas, terkadang para gembong narkoba yang ditangkap masih bebas bertransaksi atau mengendalikan peredaran narkoba.

Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso yang baru dilantik oleh Kapolri Jenderal Pol Bradrodin Haiti mewakili Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu langsung membuat gebrakan baru agar peredaran narkoba di lapas-lapas tertentu tidak berjalan lagi.

Ia pun menganggap bahwa peredaran narkoba di lapas diakibatkan adanya mafia dalam lapas yang bekerja sama dengan gembong-gembong narkoba itu.

Tindakan memberantas narkoba di lapas ini, tentunya tidak hanya akan dijalan oleh pihak BNN saja, tetapi juga akan menggandeng instansi keamanan terkait seperti TNI, Polisi serta pihak Kantor wilayah Kementerian Hukum dan Ham di setiap provinsi.

"Kami akan tindak lanjuti mafia-mafia yang masih beroperasi di lapas-lapas. Kami akan kerja sama dengan stakeholders terkait. Bila perlu, saya akan libatkan unsur TNI. Seluruh unsur akan kami libatkan, tidak terbatas hanya unsur polisi saja," kata Budi Waseso.

Waseso pun menegaskan pihaknya akan bekerja dengan cepat dan agresif sama seperti yang dilakukannya ketika memimpin Bareskrim dulu. "Penanganan narkoba harus dilakukan dengan semangat dan agresif. Saya ingin semua pekerjaan saya selesai dengan cepat," ujarnya.

Waseso pun optimistis bahwa pihaknya akan mampu bekerja dengan baik dalam memimpin BNN dengan dibantu oleh pihak-pihak keamanan lainnya.

Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa sampai saat ini sebanyak 129 WNI di luar negeri terancam hukuman mati dan 380 WNI ditahan karena tindak pidana Narkotika, dimana 107 diantaranya diamankan pada periode 2014.

Sedangkan data dari KJRI di Hongkong saat ini tercatat sebanyak 28 WNI terlibat dalam kasus hukum karena kasus Narkoba, dimana 12 orang di antaranya masih dalam proses hukum. Adapun pada tahun 2014 lalu tercatat sebanyak 53 kasus WNI yang terlibat kasus Narkoba.

Melihat data tersebut, tentunya ada alasannya mengapa sehingga Budi Waseso ingin sekali memberantas kasus peredaran narkoba sampai ke akar-akarnya.


Dukungan Akademisi

Di NTT, kalangan akademisi mendukung sikap tegas Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Pol Budi Waseso untuk memberantas habis peredaran narkoba di semua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

"Saya rasa apa yang dilakukan oleh Komjen Budi Waseso tersebut merupakan langkah hukum yang tegas dan patut diberikan apresiasi, sebab lapas terkadang menjadi lokasi berkumpulnya para pengedar narkoba," kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Sukardan Aloysius.

Menurut dia, masalah narkoba di lapas harus diberantas sampai ke akar-akarnya sehingga tidak ada kesan bahwa lapas menjadi tempat berlindung bagi sejumlah pengedar narkoba dan menjadikan lapas sebagai rumah aman dalam bertransaksi.

"Lapas menjadi sarang narkoba karena melibatkan unsur keamanan dalam Lapas itu sendiri. Munculnya kebijakan dari mantan Kabareskrim Polri itu, bagi saya, patut diapresiasi," katanya.

Sementara itu, pengamat hukum dari Fakultas Hukum Undana Kupang Dr Karolus Kopong Medan SH MHum mengatakan kebijakan Komjen Budi Waseso merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh pihak Lapas sendiri.

"Jangan sampai Lapas menjadi tempat transaksi kejahatan narkoba, padahal fungsi Lapas itu sendiri untuk membina nara pidana menjadi menjadi lebih baik lagi," ujarnya.

Ia mengatakan kebijakan BNN tersebut seharusnya membuat pimpinan Lapas di seluruh Indonesia tahu diri, bukan sebaliknya mengambil sikap apatis seperti tidak adanya persoalan yang terjadi.


Kekurangan Personel

Kepala BNN Provinsi Nusa Tenggara Timur Kombes Pol Sulistiandriatmoko mengatakan, sebagai BNN daerah pihaknya tentu saja akan siap menerima perintah langsung dari pimpinan pusat.

"Kita di daerah selalu siap jika menerima perintah langsung dari pimpinan. Apalagi yang berkaitan dengan masalah pemberantasan kasus narkoba," ujarnya.

Namun sayangnya untuk melakukan penyelidikan, pencegahan dan pemberantasan jaringan narkoba di provinsi kepulauan itu BNNP NTT sendiri mengaku memiliki masalah dengan kekurangan personel yang berkompeten dalam ketiga hal tersebut di atas.

Ia menjelaskan, sampai saat ini BNNP NTT hanya memiliki sembilan personel untuk melaksanakan penyelidikan, pencegahan dan pemberantasan terhadap semakin seringnya masalah narkoba di NTT.

Pria yang biasa disapa Sulis ini juga mengatakan bahwa jumlah personel yang ideal untuk satu BNN provinsi seharusnya berjumlah 72 orang, agar proses mulai dari penyelidikan, pencegahan sampai pemberantasan dapat berjalan dengan baik.

"Apalagi NTT ini secara geografis wilayahnya sangat luas dan terdiri dari pulau-pulau, sehingga selain membutuhkan SDM, biaya juga sangat penting," ujarnya.

Sulis mengakui NTT sendiri saat ini menjadi daerah yang dianggap sebagai daerah tujuan peredaran narkoba, hal ini terbukti dengan ditangkapnya beberapa pengedar narkoba di beberapa wilayah di NTT.

Polda NTT sendiri menyebutkan, saat ini adatiga lokasi di NTT yang menjadi tujuan masuknya pengedar narkoba tersebut.

Di antaranya Kupang, yang berada di pulau Timor yang berbatasan dengan Republik Demokrat Timor Leste, kemudian Pulau sumba yang dianggap memiliki destinasi wisata, serta pulau flores tetapnya di Labuan Bajo.

Oleh karena itu, untuk mengamankan wilayah tersebut, BNNP NTT selalu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Polisi dan TNI.

Sementara itu terkait pemberantasan narkoba di Lapas, ia akui bahwa saat ini memang belum terdapat masalah, namun pihaknya akan selalu mengantisipasi dan berjaga-jaga jangan sampai terjadi adanya mafia narkoba di lapas, dan siap untuk memberantas.

"Kita harapkan kerja samanya dari pihak Kemenkumham agar memberantas narkoba ini, khususnya di dalam lapas," tuturnya.

Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Heri Wiranto mengatakan, pihaknya siap membantu Badan Narkotika Nasional (BNN) memberantas mafia narkoba di lapas.

Ia menjelaskan, pada intinya baik TNI, Polri serta BNN sejauh ini selalu bersinergi dalam hal memberantas serta mencegah beredarnya barang haram tersebut yang dapat merusak cita-cita generasi muda Indonesia, khususnya di wilayah NTT.

TNI sendiri lanjut komandan berbintang satu tersebut, kesiapan mereka untuk membantu semua permintaan dari instansi pemerintahan dan masyarakat sesuai dengan tugas TNI dalam pasal 7 UU TNI yang tugasnya ada dua yakni operasi militer perang dan operasi militer selain perang.

"Dalam tugas operasi militer selain perang tersebut telah tertulis bahwa TNI siap untuk membantu Polisi sebagai penegak hukum lain dalam menjaga keamanan dan mencegah terjadinya kasus-kasus kriminal. Dan memang udang-undang sudah mengatur itu," tuturnya.

Oleh Kornelis Kaha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015