Ketika terpaksa ada masalah, maka dengan landasan kasih sayang, tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan dengan akhir yang baik.

Bondowoso (ANTARA) - Berbicara mengenai toleransi antarpemeluk agama, seseorang, termasuk yang Muslim, seringkali menghadapi dilema kejiwaan yang tergolong rumit, saat masuk ke perenungan yang lebih mendalam.

Di satu sisi, seorang penganut agama tertentu, termasuk Muslim, harus meyakini bahwa agamanyalah yang paling benar. Pada tarikan napas yang sama, ia pun harus mengakui bahwa di agama yang lain juga ada kebenaran.

Bagaimana kita seharusnya menyikapi dilema psikis seperti itu pada saat seseorang ingin masuk pada pemahaman dan sikap toleran kepada pemeluk agama lain?

Secara ringan dan sangat menyentuh pada kesadaran yang terdalam, KH Buya Syakur Yasin, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Cadangpinggan, Indramayu, Jawa Barat, memberikan ilustrasi yang menarik mengenai perasaan seorang suami atas istrinya yang cantik.

Ketika seorang suami merasa istrinya sangat cantik, bahkan paling cantik sedunia, lelaki itu juga harus membuka ruang kesadaran bahwa istri orang lain juga cantik, setidaknya menurut suaminya. Karena itu, seorang suami yang merasa istrinya paling cantik tidak perlu berdebat, protes, apalagi bentrok dengan lelaki lain yang juga mengaku istrinya cantik atau paling cantik.

Seperti itulah kita menempatkan agama yang kita yakini bersanding setara dengan agama yang diyakini oleh orang lain.

Sikap intoleran yang kerap menyebabkan kekacauan karena permusuhan antaragama, terjadi karena satu kelompok agama memaksa kelompok agama lain untuk mengakui bahwa agama mereka yang paling benar.

Baca juga: Menag: Masjid dan gereja berdekatan contoh hidup beragam tapi harmonis

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.