Pekalongan (ANTARA News) - Para perajin batik Kota Pekalongan, Jawa Tengah, mulai melakukan efisiensi penggunaan bahan baku batik karena pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Perajin batik, Muhamad Ali Jufri di Pekalongan, Sabtu, mengatakan bahwa merosotnya nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap perkembangan usaha kerajinan batik karena perajin masih mengandalkan bahan baku batik impo, seperti kain dan bahan kimia.

"Oleh karena, untuk bisa bertahan mengembangkan usaha kerajinan di tengah kondisi krisis maka kami harus meningkatkan efisiensi dan kreatif agar produk batik tetap diminati konsumen," katanya.

Menurut dia, untuk bertahan mengembangkan kerajinan batik, para perajin terpaksa harus mengganti bahan baku kain primisima halus ke kain prima dan menghemat penggunaan malam atau lilin.

"Kendati kami meningkatkan efisiensi bahan baku tetapi keuntungan yang diperoleh para perajin batik turun hingga 40 persen per bulannya dibanding dalam kondisi nilai tukar rupiah stabil," katanya.

Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota Pekalongan, Ricsa Mangkula mengatakan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah bisa dipastikan berpengaruh terhadap aktivitas kerajinan batik maupun industri tekstil.

"Saat ini, pengusaha tekstil maupun perajin batik hanya bisa bertahan untuk tidak merugi karena melemahnya nilai rupiah terhadap kurs dolar Amerika Serikat," katanya.

Menurut dia, kondisi pertekstilan atau industri yang menggunakan bahan baku impor kini menghadap kondisi dilematis karena bahan baku tekstil arus dibeli dengan menggunakan dolar AS tetapi setelah dijual dengan nilai rupiah.

"Dampaknya, maka perputaran nilai uang tidak seimbang apalagi saat ini kondisi pasar tekstil maupun kerajinan batik sedang lesu," katanya.

Ia menambahkan harga bahan baku, seperti kapas sebagai bahan baku kain semula hanya mencapai Rp350.000,00 per bal kini naik menjadi Rp450.000,00/bal.

Pewarta: Kutnadi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015