Generasi Z adalah wajah masa depan ekonomi digital Indonesia. Mereka adalah Generasi QRIS yang membayar tanpa tunai, bertransaksi dengan cepat, dan secara tidak sadar ikut memperkuat ekonomi nasional yang inklusif.

Jakarta (ANTARA) - Beberapa tahun lalu, membayar dengan kode QR masih terasa asing. Kini, hampir di setiap sudut negeri, dari kafe di Jakarta hingga warung kopi di Jambi, kita bisa melihat satu kebiasaan baru: pelanggan mengangkat ponsel, membuka aplikasi, dan scan kode QR untuk membayar.

Tidak ada uang berpindah tangan, tidak ada kembalian receh dan hanya satu yang ditunggu yaitu notifikasi berbunyi “transaksi berhasil.”

Fenomena sederhana ini sejatinya adalah simbol perubahan besar dalam perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Di balik kemudahan itu, ada sistem bernama QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang merupakan sebuah terobosan yang menyatukan berbagai kanal pembayaran digital ke dalam satu standar nasional yang dikelola Bank Indonesia.

Sebagai sebuah sistem digital, QRIS bukan sekadar inovasi teknologi, tapi juga bentuk nyata dari transformasi keuangan nasional yang sedang terjadi secara masif. Sistem ini menjembatani pelaku usaha mikro dengan sistem keuangan formal, mempercepat arus transaksi ekonomi, sekaligus memperkuat basis fiskal melalui pajak digital yang tumbuh pesat.

Yang menarik, di balik lonjakan itu ada satu kelompok sosial yang menjadi motor penggeraknya: Generasi Z, Generasi yang lahir di antara tahun 1997 hingga 2012 ini tidak hanya menjadi pengguna utama teknologi digital, tetapi juga agen perubahan gaya hidup dan perilaku ekonomi. Mereka juga terhubung dengan segala dinamika dan semangat barunya, dan yang paling utama telah menjadikan QRIS bagian dari identitas sosial baru: efisien, modern, dan nirkontak.

Peta Baru

Transformasi sistem pembayaran Indonesia mengalami lompatan besar sejak peluncuran QRIS pada tahun 2019. Bank Indonesia merancang QRIS sebagai solusi untuk menyatukan berbagai kode QR yang sebelumnya terpecah-pecah antar penyedia layanan.

Dengan satu kode yang berlaku lintas aplikasi dan bank, konsumen kini dapat membayar lebih mudah dan pelaku usaha dapat menerima transaksi dari berbagai kanal tanpa biaya tambahan yang rumit.

Efek pembayaran yang terjadi melalui sistem ini juga luar biasa, dimana pada Semester I tahun 2025, total nilai transaksi QRIS telah mencapai Rp579 triliun, dengan volume mencapai 6,05 miliar transaksi. Angka ini melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menurut data Bank Indonesia, lebih dari 93% merchant QRIS adalah UMKM, mencakup pedagang kecil, warung, kios, dan pasar tradisional. Artinya, QRIS bukan hanya milik masyarakat urban, tetapi telah menembus akar ekonomi rakyat.

Pertumbuhan transaksi QRIS juga menunjukkan akselerasi yang mengesankan. Pada Januari 2025 saja, nilai transaksi tercatat Rp80,88 triliun, naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

Sehingga pada kuartal pertama 2025, total nilai transaksi mencapai Rp262,1 triliun, meningkat sekitar 150% dibanding kuartal pertama 2024 yang hanya sebesar Rp105 triliun.

Angka-angka ini tidak sekadar statistik, melainkan indikator bahwa digitalisasi sistem pembayaran telah menjadi bagian dari denyut nadi ekonomi nasional. QRIS bukan hanya teknologi, tetapi infrastruktur sosial-ekonomi baru yang menghubungkan jutaan pelaku usaha dengan jutaan konsumen di seluruh Indonesia.

Baca juga: BI sebut gen Z penopang akselerasi perkembangan QRIS

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.