Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Badan Pengkajian MPR, Martin Hutabarat, mengatakan, dalam lima tahun terakhir pimpinan MPR mendapatkan berbagai desakan terkait tuntutan perubahan UUD 1945.

Tuntutan itu, kata dia, disampaikan berbagai kelompok masyarakat, mulai akademisi, kaum cendekiawan, tokoh masyarakat hingga profesi tertentu.

Martin memaparkan, beberapa alasan yang diajukan sebagai dasar pertimbangan perubahan itu antara lain menyangkut posisi Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

DPD selama ini dianggap tidak memiliki peran sehingga keberadaannya perlu diperkuat melalui perubahan UUD 1945, kata dia dalam keterangan tertulis MPR.

Pernyataan itu disampaikan Martin saat membuka diskusi gugus terpadu kerjasama MPR dengan Lembaga Ketahanan  Nasional bertema "Implementasi Pancasila, UUD NRI 1945, dan Sistem Ketatanegaraan", di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin.

Selain menyangkut DPD, para pengusul perubahan UUD 1945 juga memandang perlu kembalinya GBHN seperti zaman orde baru. Usul itu salah satunya disampaikan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

Marthin mengemukakan, GBHN  dibutuhkan agar pembangunan dilaksanakan sesuai garis besar haluan pembangunan, tidak semata-mata berdasar pada  pidato kampanye calon presiden terpilih.

"Jokowi misalnya, dia harus mengembangkan laut, membuat kapal dan pelabuhan, sesuai visi misinya tentang tol laut. Namun,  bagaimana nanti nasib pelabuhan dan kapal yng dibuat, jika presiden berikutnya lebih berorientasi pada sektor pertanian dan Industri. Pasti pelabuhan dan kapal-kapal yang dibuat pada zaman Jokowi bakal terbengkalai", kata dia.

Karena itulah, menurut Martin, pimpinan MPR membentuk Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian. Tujuannya mengkaji usulan dari masyarakat terkait desakan perubahan UUD 1945.

Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015