Mataram (ANTARA) - Jagung menjelma menjadi sesuatu yang diagungkan di banyak wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), terkhusus Kabupaten Sumbawa, Dompu, dan Bima.

Komoditas yang memiliki nama binomial Zea mays itu merupakan sumber harapan ekonomi bagi pemerintah daerah maupun masyarakat yang mendiami daerah ujung timur Pulau Sumbawa.

Di balik kisah manis tentang kejayaan jagung, tersembunyi tragedi ekologis yang terus meluas akibat pembabatan hutan skala besar dan sistematis demi mengejar angka pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan pemantauan citra satelit, warna hijau yang dulu mendominasi daratan telah berganti cokelat. Hal itu menandakan hutan heterogen yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi telah beralih fungsi.

Program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan yang sebetulnya baik justru menjadi pemicu penebangan besar-besaran terhadap kawasan hutan dan perbukitan. Dari utara hingga selatan Pulau Sumbawa, garis hijau tutupan hutan kini telah berubah menjadi bentangan kuning gersang akibat ladang-ladang jagung.

Organisasi Wanapa (Wahana Pencinta Alam) yang berfokus pada kegiatan mendaki, konservasi, dan advokasi lingkungan Nusa Tenggara Barat mengungkapkan ekspansi jagung telah membuat Kecamatan Kilo di wilayah utara Kabupaten Dompu mengalami kekeringan.

Hutan yang gundul dan berubah menjadi ladang jagung dituding sebagai penyebab utama bencana kekeringan, sehingga berdampak terhadap penurunan produksi padi.

"Di Kilo yang semula petani bisa menanam padi tiga kali setahun, kini tinggal sekali," kata aktivis Wanapa NTB Anasrullah.

Lembaga swadaya masyarakat tersebut meminta Pemerintah Kabupaten Dompu mengedepankan aspek kelestarian hutan dengan membatasi perluasan areal budidaya jagung, terkhusus bagi daerah yang memiliki kemiringan ekstrem.


DAS kritis

Praktik pembukaan ladang jagung dilakukan oleh petani pemilik lahan itu sendiri. Dahulu mereka menanam padi, kacang, atau umbi kini berubah menjadi buruh di ladang sendiri demi memenuhi target kredit dan biaya sarana produksi pertanian yang menumpuk.

Budidaya jagung membutuhkan biaya besar pada awal penanaman hingga panen. Setiap tahun saat panen raya, harga jagung seringkali anjlok hingga 25 persen dari harga dasar penjualan yang ditetapkan pemerintah.

Ketiadaan pabrik pengolahan di Pulau Sumbawa membuat harga jagung rentan terdistraksi oleh pasar. Petani jagung skala kecil yang hanya memiliki beberapa hektare ladang jagung adalah kelompok paling terdampak.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.