Kalau kita tergantung dengan ekspor dan sebaliknya juga lebih mementingkan produk impor, maka perekonomian Indonesia akan tidak bagus."
Medan (ANTARA News) - Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia atau GINSI, Rofiek Natahadibrata, mengatakan, masih terus menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sudah sangat dan semakin mengganggu kinerja importir.

"Dampak penguatan dolar AS yang terus terjadi sudah sangat dirasakan mengganggu. GINSI berharap ada langkah konkrit Pemerintah mengatasi penguatan dolar AS itu, tidak sekedar berupa kebijakan," katanya di Medan, Selasa malam.

Dia mengatakan itu pada acara pengukuhkan Badan Pengurus Daerah GINSI Sumut periode 2015-2020 dengan ketua terpilih H. Dianto.

Pengusaha yang paling merasakan penguatan dolar AS itu terutama importir yang bergerak di industri manufaktur seperti pabrik cat, garmen, makanan-minuman, bahan kimia, otomotif dan elektronik yang sangat tinggi ketergantungannya terhadap impor.

Kerugian semakin dirasakan, karena selain harga jual tidak mungkin terlalu dinaikkan, daya beli masyarakat tengah menurun juga.

"Kalau importir umum memang masih agak bertahan, tetapi tentunya juga tidak bisa lama. Importir kan sudah punya asumsi berapa nilai tukar dolar AS ke rupiah," katanya.

Nilai tukar dolar AS yang sudah Rp14 ribuan itu, katanya, sudah jauh dari patokan importir.

Sementara Pelaksana tugas Gubernur Sumut H T Erry Nuradi yang hadir pada acara itu, meminta importir tetap bisa mencari peluang di tengah diakui sedang mengalami kesulitan akibat nilai tukar dolar AS ke rupiah masih terus menguat.

"Meski diakui sedang sulit, tetapi diyakini tetap ada peluang yang bisa dimanfaatkan," katanya.

Untuk itu, kata dia pengurus GINSI harus bekerja lebih optimal atau keras agar bisa membantu memperjuangkan kinerja para anggota asosiasi sehingga bisa tetap eksis.

"Ekspor Sumut yang masih lebih besar dari impor menggembirakan dan itu harus terus ditingkatkan dengan cara antara lain memenuhi kebutuhan bahan baku atau penolongnya dengan impor," katanya.

Memang, kata Erry, diharapkan bahan baku bisa dipenuhi dari dalam negeri, tetapi kalau tidak memungkinkan diperlukan impor.

"Tetapi jangan impor barang yang ada di dalam negeri karena akan sangat mengganggu petani dan pengrajin yang pada akhirnya akan menimbulkan dampak negatif kepada perekonomian Sumut bahkan bangsa Indonesia," katanya.

Erry juga mengingatkan, untuk tetap memajukan perekonomian, gerakan mencintai produk sendiri juga harus ditingkatkan.

"Kalau kita tergantung dengan ekspor dan sebaliknya juga lebih mementingkan produk impor, maka perekonomian Indonesia akan tidak bagus," ujar Erry.

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015