Jakarta (ANTARA) - Palang Merah Indonesia (PMI) telah memasuki usia ke-80 pada 17 September 2025. Usia yang matang bagi sebuah organisasi kemanusiaan yang lahir satu bulan setelah kemerdekaan Indonesia dan telah diakui oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) sejak 1950.

Pada tahun yang sama PMI mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah Indonesia melalui Keprres No 25 tahun 1950 dan diperkuat lagi melalui Kepres No 246 tahun 1963.

Dengan payung hukum yang kuat melalui UU No 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan, PMI memiliki fondasi legal dan historis yang kokoh.

Namun, di tengah kematangan institusional ini, tantangan baru muncul: bagaimana PMI bertransformasi secara digital agar tetap relevan, profesional, dan berdampak luas di era teknologi.

PMI telah menunjukkan kapasitas sinergi yang luar biasa dalam kegiatan kemanusiaan, terutama melalui program Bulan Dana PMI yang berlangsung setiap tahun selama September hingga November.

Kegiatan ini bukan sekadar penggalangan dana, tetapi juga menjadi ajang edukasi dan konsolidasi sosial. Melibatkan sekolah, perusahaan, organisasi kemasyarakatan, hingga tempat ibadah, Bulan Dana PMI menjadi simbol keterlibatan publik dalam misi kemanusiaan.

Struktur organisasi yang menjangkau hingga tingkat kecamatan menunjukkan profesionalisme dan komitmen terhadap pelayanan publik. Data dari Renstra PMI 2024–2029 mencatat bahwa PMI memiliki 238 Unit Donor Darah dan didukung oleh 18 juta donor sukarela, mampu memenuhi 92 persen kebutuhan darah nasional. Ini adalah capaian yang patut diapresiasi.

Digitalisasi yang belum terintegrasi

Namun, capaian ini belum sepenuhnya menjawab tantangan zaman. Harus diakui bahwa di tengah era digital ini, tansformasi digital PMI masih berjalan tertatih.

Salah satu contoh nyata adalah sistem informasi ketersediaan darah yang belum optimal. Ketika masyarakat mencoba mengakses informasi melalui laman PMI Provinsi DKI atau aplikasi JAKI, hasilnya sering kali nihil alias "404 not found".

Laporan Pertanggungjawaban PMI DKI Jakarta tahun 2025 mencatat bahwa sinkronisasi digital dengan JAKI hanya terjadi sekali dalam lima tahun, yakni pada 2023. Ini menunjukkan minimnya integrasi sistem informasi antarlembaga, padahal kecepatan dan ketepatan informasi adalah kunci dalam respons kemanusiaan.

Teknologi komunikasi, sebagaimana diungkap oleh Coyle & Meier (2009), menjadi urat nadi masyarakat dalam masa krisis. Di PMI, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seharusnya menjadi tulang punggung dalam distribusi informasi stok darah, jadwal donor, dan penanganan darurat secara real-time. Namun, kenyataannya, sistem digital PMI belum mampu menjawab kebutuhan tersebut secara menyeluruh.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.