Surabaya (ANTARA) - Jika tidak ada aral melintang, puncak Milad Ke-113 Muhammadiyah tahun 2025 akan dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung.

Kampus yang masih relatif muda ini (9 tahun) mengemban amanah yang tidak ringan. Bagaimana menyukseskan rangkaian acara dan juga syiarnya agar pesan dari tema besarnya dapat sampai kepada publik.

Seperti sudah disosialisasikan sebulan lalu, tema milad tahun ini yaitu "Memajukan Kesejahteraan Bangsa". Kesejahteraan sendiri dalam pandangan Muhammadiyah, bukanlah konsep yang berdiri sendiri.

Ia merupakan derivasi atau akibat langsung dari pelaksanaan ajaran Islam yang komprehensif dan berkemajuan. Di Muhammadiyah sendiri, konsep kesejahteraan berakar dari dua sumber utama yaitu teologi Al-Ma'un dan prinsip tajdid gerakan.

Dimensi kesejahteraan ini diyakini Muhammadiyah, bukan hanya dalam kacamata material, tetapi merupakan paket komplit.

Setidaknya kesejahteraan ini menyentuh empat aspek utama ,yaitu kesejahteraan spiritual, intelektual, material, dan juga sosial. Dari spirit keagamaan berujung pada tatanan masyarakat yang adi, saling bantu, juga terbebas dari penindasan.

Artinya, tema milad tahun ini, bermakna membangun bangsa yang bertakwa, cerdas, sehat, mandiri secara ekonomi, dan memiliki peradaban yang unggul.

Di milad ini, Muhammadiyah kembali meneguhkan komitmennya yang sudah ditetapkan sejak awal berdirinya. Rentang usia 113, apa yang telah diniatkan pendirinya sebenarnya sudah mewujud dalam amal sosialnya yang bertebaran di seluruh tanah air, hingga meluber ke negeri seberang. Amal sosial – begitulah sering Muhammadiyah menyebutnya – menyentuh beragam sektor kehidupan masyarakat.

Amal sosial itu, baik lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan, dan lembaga sosial lainnya. Fakta ini menjadi pembuktian kekuatan civil society yang tak terbantahkan dalam membangun fondasi kesejahteraan Indonesia dari akar rumput.

Walaupun demikian, kiprah Muhammadiyah yang gemilang, bukan tanpa cacat. Selalu ada noktah yang mewarnai gerakannya, sebagai bentuk dinamika dari organisasi yang menggarap berbagai sektor.

Setidaknya di sini dapat dicatat beberapa sisi buram yang perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, cita-cita kesejahteraan harus berhadapan dengan sisi pragmatisme yang bersifat instan.

Kesejahteraan, bagaimanapun merupakan isu holistik, maka diperlukan pikiran dan langkah besar, namun sikap pragmatis bisa jadi mengganggu agenda ini, walaupun mungkin terjadi di sebagian tempat atau beberapa sektor saja.

Meskipun demikian, duri ukurannya selalu kecil, namun faktanya sangat mengganggu. Keberadaannya mungkin tidak kasat mata, tetapi dirasakan adanya.

Selalu ada letak ketegangan antara berpegang pada cita-cita ideal, namun dalam langkah praktis seringkali harus realistis.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.