...kasus pembayaran paspor elektronik itu inovasi, bukan korupsi"
Jakarta (ANTARA News) - Tersangka kasus dugaan korupsi program pembayaran biaya pembuatan paspor secara elektronik atau payment gateway, Denny Indrayana, mengajukan lima saksi ahli meringankan untuk dimintai keterangan oleh penyidik Bareskrim.

"Saya sudah ajukan lima saksi ahli yang bisa membantu menjelaskan bahwa kasus pembayaran paspor elektronik itu inovasi, bukan korupsi," kata Denny di Gedung Bareskrim, Jakarta, Senin.

Lima saksi ahli yang diajukan ke Bareskrim yakni guru besar ilmu hukum tata negara Universitas Andalas Saldi Isra, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum administrasi negara Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Himawan Praditya dan ahli hukum administrasi negara Zudan Arif.

Menurut Denny, surat permohonan pemeriksaan saksi ahli sudah diajukannya ke Bareskrim sejak Agustus 2015. "Tadi kami minta informasi (kelanjutannya) bagaimana," ujarnya.

Dalam kasus payment gateway, Denny yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dituduh menyalahgunakan wewenang dalam proses pengadaan penyedia layanan pembayaran biaya pembuatan paspor secara elektronik atau yang disebut payment gateway saat menjadi wakil menteri.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu membantah tuduhan korupsi tersebut dan menyatakan program itu dijalankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat.

Dalam kasus tersebut, Denny Indrayana diduga melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 jo pasal 421 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebelumnya Kadivhumas Polri Brigjen Anton Charliyan menyatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut.

Selain itu didapati pula pungutan liar senilai Rp605 juta.

Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014. Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai wamenkumham.

Polri juga sudah memeriksa belasan saksi dalam penyidikan, termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015