Jakarta (ANTARA) - Anis (28) duduk bersila sembari melipat mukena sehabis shalat zuhur. Senin pertama di Bulan November 2025 menjadi bagian ikhtiarnya menapaki kembali dunia kerja usai terpuruk akibat gangguan penglihatan permanen sejak tujuh tahun silam.

Perempuan berhijab itu tak buta total melainkan masih memiliki sisa penglihatannya walau jarak pandangnya tak lebih dari satu meter (low vision).

Berbekal pengalaman bekerja di salah satu perusahaan ritel asal Jepang dan pelatihan keterampilan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) di kawasan Cawang, Jakarta, dia percaya diri melamar kerja di bursa kerja khusus penyandang disabilitas yang diadakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Anis tak sendirian. Dia datang ke acara bursa kerja bersama rekannya, sesama penyandang disabilitas, ditemani Galuh, petugas panti.

Sebenarnya masih ada puluhan penyandang disabilitas lainnya yang juga ingin melamar, namun hanya 9 orang yang memenuhi kualifikasi umum, salah satunya pendidikan yang dibuktikan dengan kepemilikan ijazah.

Anis melamar bidang administrasi dan IT di sekitar empat perusahaan. Sayangnya, tak banyak lowongan untuk tunanetra yang tersedia

Kebanyakan lowongan ternyata untuk tunarungu. Jelas Anis kecewa dan kekecewaannya semakin bertambah saat mendapati perusahaan yang terkesan menganggap remeh tunanetra.

"Kantor kami di lantai dua, harus naik tangga atau kami hanya menerima disabilitas rungu", kata Anis menirukan omongan salah satu penerima kerja.

Padahal menurut dia, anak tangga bukan masalah bagi disabilitas netra untuk melakukan mobilisasi, asalkan ditambah alat bantu seperti penanda visual dan tekstur.

Anis yang punya impian berwirausaha di bidang pijat hanya bisa menghela napas sembari menanti setidaknya ada satu panggilan kerja yang mampir suatu hari nanti.

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.