Jadi nelayan-nelayan sambilan ini kemungkinan menangkap tidak menggunakan kapal ke tengah laut, namun di medan-medan yang sulit dijangkau atau dengan alat jebakan khusus yang dipasang saat laut sedang pasang surut."
Yogyakarta (ANTARA News) - Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta meminta nelayan di daerah itu ikut menjaga kelestarian lobster dengan tetap menghindari penangkapan dan penjualan bibit lobster.

"Hal itu sudah tidak kurang-kurang kami sosialisasikan, khususnya bagi nelayan di Gunung Kidul yang dulu paling banyak menangkap lobster," kata Kepala Bidang Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Suwarman Partosuwiryo di Yogyakarta, Selasa.

Dikabarkan bahwa petugas Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Adisutjipto Yogyakarta pada Selasa (6/10) kembali menangkap penyelundupan bibit lobster dengan jumlah mencapai 320 ribu ekor yang hendak diekspor ke Singapura.

Sebelumnya pada 1 Oktober 2015 petugas karantina juga berhasil menggagalkan penyelundupan lobster (Panullirus spp) sebanyak 534 ekor yang hendak diekspor ke Singapura.

Suwarman menilai, pemasok penyelundupan bibit lobster kemungkinan besar bukan nelayan yang pada umumnya menangkap dengan menggunakan kapal atau perahu di tengah laut.

"Sebab kalau nelayan yang umumnya menangkap ikan menggunakan perahu atau kapal sudah tahu kalau bibit lobster tidak akan laku di jual di tempat pelelalangan ikan (TPI) karena seluruh pedagang ikan telah mendapatkan sosialisasi," kata dia.

Menurut penilaian Suwarman, nelayan yang memasok tangkapan bibit lobster tersebut merupakan nelayan sambilan (tidak tetap) yang melakukan penangkapan lobster di medan yang sulit dijangkau orang atau menggunakan alat-alat khusus.

"Jadi nelayan-nelayan sambilan ini kemungkinan menangkap tidak menggunakan kapal ke tengah laut, namun di medan-medan yang sulit dijangkau atau dengan alat jebakan khusus yang dipasang saat laut sedang pasang surut," kata dia.

Menurut dia sosialisasi pelestarian lobster, selalu berbasis pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur tentang larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan dalam keadaan bertelur dan memiliki ukuran di bawah 200 gram.

"Sepatutnya mendapatkan dukungan dari nelayan, sebab tujuannya mempertahankan lobster sehingga tetap dapat ditangkap tanpa mengalami kelangkaan," kata dia.

Suwarman mengatakan sebelum peraturan menteri itu terbit, lobster memang merupakan salah satu komoditas unggulan yang mempengaruhi perolehan ikan tangkap DIY dengan harga jual yang tinggi, selain kepiting.

Bahkan, pada 2013 kontribusi hasil tangkapan lobster di DIY dapat mencapai 39 ton dengan pasar ekspor terbanyak ke Jepang serta dijual ke kota besar lainnya seperti Bali, Jakarta, dan Surabaya.

"Tapi sekarang nelayan pada umumnya sudah paham, selain memang dilarang, penjualan lobster dengan berat kurang 200 gram tidak akan laku dijual dan selalu dapat dideteksi balai karantina di bandara," kata dia.



Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015