Saat ini, BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima saksi, di Daerah Istimewa Yogyakarta, terkait kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan untuk klaster wilayah Medan, Sumatera Utara.

“Pemeriksaan bertempat di Polresta Yogyakarta atas nama DP, TB, SUM, KAS, dan HKR,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Rabu.

Budi mengatakan identitas kelima saksi tersebut adalah DP selaku Direktur CV Dika Mandiri, TB selaku Direktur Utama PT Tirta Mas Mandiri, SUM selaku Staf Administrasi PT Tirta Mas Mandiri, KAS selaku karyawan PT Laudza Engineer Consultant, serta HKR selaku pejabat pembuat komitmen pembangunan jalur kereta api Makassar-Parepare periode Februari 2015-2017.

Sebelumnya, kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub.

Baca juga: KPK panggil lima saksi kasus DJKA Kemenhub klaster Medan di Semarang

Saat ini, BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Setelah beberapa waktu atau hingga 12 Agustus 2025, KPK telah menetapkan sebanyak 17 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.