Jakarta (ANTARA News) - Uni Eropa dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong akan berdiskusi tentang penghapusan kewajiban Sistem Verifikasi Legalitas Kayu pada 15 kelompok sistem daftar penggolongan barang untuk produk kehutanan mebel, kerajinan kayu, dan rotan.

"Kami sudah mendengar hal tersebut (rencana penghapusan SVLK), kami akan mendiskusikan dengan Meteri Perdagangan," kata Ambassador-designate Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Gurend saat ditemui seusai Pameran Pencapaian dan Penutupan EU-Indonesia TSP II di Jakarta, kemarin.

Vincent mengatakan Uni Eropa sendiri memiliki Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT-VPA) atau Penegakan Hukum, Tata Kelola, serta Perdagangan Bidang Kehutanan. Nantinya, pihaknya akan berdiskusi bagaimana ketentuan tersebut disinkronkan dengan SVLK.

"Dengan FLEGT-VPA kami akan meminta standar yang sangat tinggi untuk kayu dan legalitasnya, bukan hanya untuk Uni Eropa akan tetapi untuk seluruh dunia," kata Vincet.

Dalam kesempatan tersebut, Head of Cooperation Uni Eropa Untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Franck Viault, menyatakan bahwa jika nantinya ada perubahan kebijakan diharapkan tidak mengesampingkan sistem ketertelusuran dan sertifikasi.

"Setiap perubahan dari regulasi tidak mengesampingkan dari ketertelusuran dan sertifikasi untuk memastikan bahwa pemerintah memang memerangi illegal logging, dan produk yang diekspor memang produk yang berkelanjutan," kata Franck.

Pemerintah berencana untuk tidak lagi mewajibkan SVLK pada 15 kelompok sistem daftar penggolongan barang untuk produk kehutanan. Ketentuan tersebut akan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

Untuk memudahkan ekspor, pemerintah tidak lagi mewajibkan SVLK bagi industri hilir mebel, kerajinan kayu, dan rotan. Akan tetapi, kewajiban bagi pelaku usaha untuk mengantongi SVLK tersebut akan ada di industri hulu kehutanan.

SVLK merupakan alat untuk memastikan kepatuhan para pemegang izin dan pelaku usaha pada peraturan dan perundangan yang berlaku, dari hulu sampai hilir, melalui skema verifikasi legalitas kayu dan pengelolaan hutan lestari.

Penerapan SVLK untuk industri kecil menengah termasuk mebel dan kerajinan sendiri seyogyanya sudah diterapkan pada awal Januari 2015 lalu, namun karena beberapa kalangan pelaku usaha terus menyatakan bahwa hal tersebut akan mempersulit ekspor, maka Kementerian Perdagangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perindustrian sepakat untuk menyederhanakan SVLK untuk IKM yang berlaku hingga akhir 2015.

Sementara Uni Eropa sendiri, telah menjalankan kebijakan menghentikan pemasukan dan penggunaan kayu ilegal bagi industri perkayuan di 28 wilayah negara anggota melalui European Timber Regulation (EUTR) sejak Maret 2013 lalu.

EUTR mengharuskan para importir kayu di Eropa memastikan bahwa kayu yang mereka impor berasal dari sumber-sumber yang legal. Perusahaan pengimpor wajib memiliki sistem yang memadai untuk melacak asal muasal semua produk kayu termasuk pulp dan kertas serta menganalisis legalitas produksi sesuai peraturan dari negara asal.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015