Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro mengakui pernah menerima 5.000 dolar Singapura dan 15.000 dolar AS dari Otto Cornelis Kaligis karena menjadi hakim yang memutuskann perkara pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

"Pertama, (bertemu) sebelum perkara didaftarkan sempat Pak OCK berkonsultasi karena ini perkara baru dan belum pernah di PTUN Medan, dan harus selesai dalam waktu 21 hari yaitu sekitar 29 April 2015, (Pak OCK) menyerahkan amplop putih, saya tidak tahu pasti jumlahnya tapi di hadapan penyidik jumlahnya segitu (5.000 dolar Singapura," kata Tripeni dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Tripeni menjadi saksi untuk OC Kaligis yang didakwa menyuap hakim dan panitera PTUN senilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

"(Amplop) ini untuk konsultasi (kata OCK), itu diberikan di ruangan saya," ungkap Tripeni.

Uang kedua diberikan pada 5 Mei 2015 seusai OC Kaligis mendaftarkan perkara di PTUN Medan.

"Iya (OCK) menyerahkan amplop putih, tapi saya tidak tau jumlahnya, penyidik yang menghitung, kalau tidak salah 10 ribu dolar AS," tambah Tripeni.

Saat itu menurut Tripeni, Kaligis kembali berkonsultasi mengenai perkaranya di ruangan Tripeni.

"Itu untuk konsultasi tapi tidak terkait gugatan, hanya rencana pengajuan gugatan," jelas Tripeni.

Pertemuan ketiga terjadi pada 2 Juli 2015 dengan OC Kaligis juga langsung masuk ke ruangan Tripeni dengan membawa amplop.

"Lalu pada tanggal 2 Juli, Pak OCK masuk ke ruangan saya kemudian menanyakan perkara lalu mau menyampaikan amplop tapi saya tolak," ungkap Tripeni.

Namun dua hari setelah putusan yaitu 9 Juli 2015 anak buah OC Kaligis, Mohammad Yagari Bhastara Guntur alias Gary tiba-tiba datang dan menyerahkan amplop.

"Pada tanggal 9 (Juli), saya tidak menyuruh dia (Gary) datang, tiba-tiba dia masuk ke ruangan saya tanpa saya minta, dan dia menyerahkan itu, amplop, sempat saya tolak tapi kemudian diletakkan ke kursi, setelah dibuka di penyidik dan menghitungnya sektiar 5000 dolar AS," ungkap Tripeni

"Gary bilang terima kasih dari OC Kaligis, tapi tidak tahu pasti terima kasih untuk apa," ungkap Tripeni.

Sebelumnya, pada 6 Juli anggota majelis hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi sudah datang kepada Tripeni dan melaporkan penerimaan uang.

"Informasi yang saya dapat pada senin, 6 Juli saat Dermawan Ginting dan Amir Fauzi datang ke saya dan melaporan penerimaan uang namun tidak sesuai harapan dan mengatakan kan hanya dikabulkan sebagian, apakah sebagian itu ada kaitannya dengan uang?" tanya jaksa KPK Ahmad Burhanuddin membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tripeni.

"Yang jelas dua anggota tadi mengaku diberi buku meski perkiraan saya ada uang," ungkap Tripeni.

Tripeni pun mengaku pernah memperingatkan agar Dermawan dan Amir Fauzi berhati-hati.

"Hati-hati karena pada prinsipnya saya tidak ingin anggota saya tidak bertemu dengan pihak-pihak yang berperkara karena bisa siapa saja memantau, bisa dari wartawan, petugas, siapapun bisa," jelas Tripeni.

Uang itu pun menurut Tripeni ia terima karena "ewuh pakewuh" (segan) terhadap OC Kaligis.

"Uang itu rencananya mau saya kembalikan, saya terima karena beliau senior, sudah terkenal, mau langsung saya tolak ya tidak enak jadi uang saya taruh di laci hampir 2 bulan saya tidak sentuh, makanya setelah saya periksa di Polsek saya katakan Itu ada uang pak di laci, nanti saya ambilkan, dan saya serahkan ke penyidik. Saya tidak serahkan ke orang lain dan jumlah masih utuh dan mau saya kembalikan ke pak OC," ungkap Tripeni.

Ia pun mengaku uang tersebut sama sekali tidak mempengaruhi putusan pada 7 Juli 2015 yaitu mengabulkan permohonan tidak sahnya surat keputusan permintaan keterangan terhadap mantan Kabiro Keuangan Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dan plh Sekda Sabrina sedangkan permintaan untuk menyatakan surat penyelidikan Kejati Sumut ditolak.

"Dalam batin saya saya tidak sepakat, dalam hati menolak. Saya tidak ingin putusan terpengaruh makanya saat kedatangan ketiga, saat memberikan amplop saya tolak karena takut putusan terpengaruh," tegas Tripeni.

Dalam perkara ini, Kaligis didakwa menyuap 3 hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro selaku ketua majelis hakim sebesar 5 ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS, dua anggota majelis hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing 5 ribu dolar AS serta Syamsir Yusfan selaku Panitera PTUN Medan sebesar 2 ribu dolar AS sehingga totalnya 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

Tujuan pemberian itu adalah untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas penyelidikan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015