Pelemahan KPK melalui revisi UU mengkhianati amanat reformasi. Keluarga besar Golkar menolak revisi tersebut,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Ancol Leo Nababan menyatakan revisi UU KPK yang kini tengah diajukan enam fraksi di DPR, mengkhianati amanat reformasi dalam pemberantasan korupsi.

Leo di Jakarta, Kamis, menilai revisi UU KPK tersebut justru mengebiri dan melemahkan lembaga pemberantasan korupsi yang merupakan implementasi dari amanat reformasi 1998.

"Pelemahan KPK melalui revisi UU mengkhianati amanat reformasi. Keluarga besar Golkar menolak revisi tersebut," katanya.

Ia menegaskan, pemberantasan korupsi adalah amanat reformasi sebagai koreksi atas perilaku koruptif penguasa. Reformasi tersebut telah menelan korban gugurnya para pahlawan demi tegaknya nilai-nilai pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Untuk itu amanat tersebut harus ditegakkan," katanya.

Ia mengakui bahwa KPK merupakan lembaga ad hoc, namun saat ini keberadaanya sangat dibutuhkan karena korupsi di Indonesia masih merajalela dan belum berkurang.

Oleh karena itu, menurut dia, tidak ada alasan bagi DPR untuk melemahkan KPK.

"Selama korupsi masih ada di, selama itu pula KPK dibutuhkan. KPK harus kuat karena ini extraordinary crime, kejahatan luar biasa. Saya dukung penguatan KPK, termasuk penyadapan, harus tetap diperkuat untuk melawan korupsi," katanya.

Ia juga menyatakan agar para kader Golkar di DPR yang turut mengajukan revisi UU KPK diberi sanksi tegas karena tidak amanah.

"Itu tindakan menghianati amanah rakyat," katanya.

Ia juga menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera bertindak menghentikan aksi DPR untuk merevisi UU KPK tersebut.

"Presiden bisa bertindak, karena Presiden bisa menolak pembahasan revisi RUU tersebut," katanya.

Sebelumnya, enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU KPK masuk dalam Prolegnas Prioritas 2015. Keenam fraksi itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, dan Fraksi PPP.

Pewarta: Muhammad Arief Iskandar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015