Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mendesak pemerintah segara merevisi aturan tata kelola pendirian rumah ibadah.

"Kasus kekerasan yang terjadi di Aceh Singkil memberikan pelajaran berharga dalam tata kelola keberagaman Indonesia," kata Bonar Tigor Naipospos dalam siaran persnya, Kamis.

Menurut Bonar, penyebab fundamental kasus itu dan ratusan kasus lainnya adalah karena dipertahankannya berbagai produk peraturan diskriminatif dalam soal pendirian tempat ibadah.

"Selama diskriminasi itu melekat pada produk hukum, maka potensi peristiwa penyerangan tempat ibadah akan terus terjadi," ujar Bonar.

Bonar merujuk Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, tanpa menunggu proses legislasi di DPR dan pemerintah yang berencana membentuk UU Perlindungan Umat Beragama.

"PBM yang memuat sembilan lokus diskriminasi harus diubah, khususnya pada klausul pendirian rumah ibadah harus mendapat persetujuan dan dukungan tanda tangan dari penduduk sekitar. Karena ini adalah bentuk awal pembatasan dan restriksi," terangnya.

Menurut Bonar, pendirian rumah ibadah adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berkumpul yang merupakan hak setiap warga negara yang dijamin UUD Negara RI 1945 dan konvensi internasional.

"Menjadi problematik ketika hak setiap orang tersebut harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari orang lain," kata Bonar.

Bonar mengatakan pemerintah seharus mempermudah pemberian ijin pendirian rumah ibadah apabila memang itu secara kuantitatif sudah menjadi kebutuhan nyata dari sejumlah warga.

Ia berharap Presiden Joko Widodo mengeluarkan satu Peraturan Presiden tentang Pendirian Rumah Ibadah yang mempermudah pemberian ijin dan menginstruksikan agar pemerintah daerah untuk memfasilitasi kebutuhan praktis dan mendesak bagi warga akan rumah ibadah.


Pewarta: Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015