Menurut saya lebih realistis nanti setelah reses awal tahun pada Januari sampai Februari pertengahan. Saya menduga akan diparipurnakan Maret atau April,"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno mengatakan realistisnya, rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan akan diparipurnakan pada bulan Maret atau April 2016.

"Menurut saya lebih realistis nanti setelah reses awal tahun pada Januari sampai Februari pertengahan. Saya menduga akan diparipurnakan Maret atau April," kata Hendrawan selepas acara seminar nasional bertajuk Ekonomi Indonesia Menuju Krisis? di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jakarta, Rabu.

Menurut Hendrawan, RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) tidak mungkin masuk dalam paripurna di tahun 2015 ini karena waktu yang tersisa hanya tinggal sepekan sebelum masa reses.

"Menkeu dan ketua komisi, inginnya masa sidang sekarang, kan tidak mungkin dalam waktu satu minggu," katanya.

Saat ini, RUU JPSK tengah dalam tahap penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh setiap fraksi. Dengan waktu sidang yang tinggal sepekan, RUU JPSK hampir bisa dipastikan tidak akan disahkan pada tahun ini.

Ketika ditanya mengapa seperti ada penundaan dalam proses pembuatan undang-undang yang digadang-gadang bisa menjadi solusi penguatan ekonomi itu, Hendrawan mengatakan pihaknya ingin bersikap hati-hati dalam hal ini.

Menurut dia, ketika sudah menjadi Undang-Undang JPSK, jangan sampai mengulang kesalahan ketika era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terbit regulasi serupa yaitu Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK yang digunakan BI untuk menyelamatkan Bank Century dengan alasan berdampak sistemik.

"Hal ini membuat gaduh politik selama 2009-2011, sampai ada yang ditahan (Budi Mulya), bahkan ada korban jiwa salah satunya Siti Fajriah, ini korbannya banyak, kita gak mau ulang kesalahan itu," ujarnya.

Belajar dari hal tersebut, lanjutnya, dalam RUU JPSK ini, ditekankan penentuan bank yang berpotensi memiliki dampak sistemik atau Domestic Systematically Important Bank (DSIB) harus ditentukan terlebih dahulu.

"ini kan ada kekhawatiran jika nantinya seperti Bank Century, masa bank kecil begitu dampaknya sistemik, makanya dalam UU JPSK ini DSIB harus diputuskan lebih dulu gak bisa sembunyi-sembunyi, nanti tiba-tiba ada pemilik bank yang berpikir daripada rugi akhirnya dibangkrutkan saja," katanya.

Dari informasi yang dihimpun Antara RUU JPSK yang disebut untuk menangani perekonomian jika sistem keuangan berada dalam kondisi tidak normal itu, sekarang dalam tahap pembahasan dan penyusunan DIM oleh Komisi XI DPR RI.

RUU JPSK itu juga mengundang banyak kecurigaan dan penolakan, salah satunya pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan jika RUU JPSK disahkan berpeluang terjadinya perampokan keuangan negara secara legal karena merupakan alat bagi jabatan diantara elite pemerintahan dan DPR.

Hal itu dikarenakan dalam RUU JPSK ini, lanjutnya, akan dibentuk dua lembaga sekaligus yaitu KSSK dan BRP yang menurutnya hanya menjadi tempat untuk membagi jabatan diantara elite dengan gaji yang super besar, namun juga menjadi alat elite politik untuk mengeruk dan memeras sektor keuangan baik perbankan maupun non bank.

Salamuddin menyatakan dalam krisis 1998 keuangan Negara juga dikuras melalui BLBI dan melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan. Lalu, sambung Salamuddin, krisis 2008 menjadi ajang perampokan keuangan Negara melalui bailout bank Century.

"Dengan disahkannya UU JPSK, maka akan menjadi landasan legal bagi pemerintah, bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk merampok kekayaan Negara secara syah," ujarnya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015