Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Amerika Serikat (AS) membangun kerja sama konservasi atau tindakan pelestarian penyu belimbing, salah satu spesies laut yang langka dan menurun jumlah populasinya.

"Konservasi laut ini bukan masalah Amerika Serikat dan Indonesia saja, tetapi masalah dunia. Kami fokus pada bagaimana melindungi penyu belimbing yang lahir di Papua dan berimigrasi ke California kemudian kembali lagi," kata Wakil Duta Besar (AS) untuk Indonesia Brian Mcfeeters diskusi Kampanye Laut "Lindungi Laut Kita, Penyu Laut" di Jakarta, Kamis malam.

Brian mengatakan pelestarian keanekaragaman hayati menjadi penting di seluruh dunia sebab Presiden Barack Obama dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry menekankan bahwa tindakan konservasi dapat membantu menjamin mata pencaharian serta ketahanan pangan jutaan orang.

Sementara itu, Bupati Tambrauw Gabriel Asem mengatakan populasi penyu belimbing semakin berkurang setiap tahunnya.

"Tren populasinya menurun setiap tahun, namun tidka signifikan. Kurang lebih sekarang tinggal dua ribu ekor penyu, sebelumnya ada enam ribu lebih," kata Gabriel.

Gabriel mengatakan Kabupaten Tambrouw, Provinsi Papua Barat, merupakan tempat peneluran penyu terbesar di dunia, tepatnya di Pantai Jamorsba Medi dengan panjang pasir sekitar 18km.

Di Kabupaten Tambrouw, penyu belimbing bertelur, lalu berimigrasi sampai ke California melewati Samudera Pasifik untuk mencari makan ubur-ubur dan melakukan perkawinan kemudian kembali lagi ke perairan Indonesia sebagai habitatnya.

Oleh karenanya, Pemkab Tambrouw pun menyosialisasikan secara intensif kepada masyarakat tentang pelestarian penyu, yakni dengan tidak menjual dan mengkonsumsi telur penyu.

Menurut Gabriel, penyu belimbing tidak bisa dilestarikan lewat penangkaran karena hewan tersebut bisa mati dan hanya bisa hidup di alam bebas.

"Sudah dilakukan penelitian di California, penyu hanya bisa di alam bebas. Penyu ini juga ancamannya banyak, baik dari illegal fishing, atau tersangkut di jaring nelayan," kata Gabriel.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015