Mereka tidak kaku, termasuk ketika ada grup langsung diatasi tanpa perlu ada persetujuan dari atasan, tidak seperti kita. Tidak pernah terlihat ada antrean yang begitu panjang
Beijing (ANTARA News) - PT. Kereta Api Indonesia berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia mereka dengan melakukan studi banding ke Tiongkok dalam program "Melihat China Dalam Perspektif Perkeretaapian" pada 22-26 Oktober 2015.

"Seeing is believing. Mereka tidak akan tahu kalau tidak melihat sendiri, terutama dalam pelayanan, caranya seperti apa," kata Executive Vice President Daerah Operasi 8 Surabaya Wiwiek Widajanti kepada ANTARA News yang ikut dalam rombongan, Minggu.

Menurut Wiwiek, PT. KAI telah melakukan transformasi sejak 2010 yang hasilnya sudah bisa dinikmati para pengguna kereta api. "Transformasi kami terus lakukan sampai sekarang. Kalau mau seperti di Tiongkok, harus bekerja keras," ujar Wiwiek yang juga kapten dalam rombongan tersebut.

Sebanyak 64 pegawai PT. KAI melakukan studi banding dengan menjajal langsung empat macam kereta api di Tiongkok, antara lain Kereta Komuter (Subway) di Beijing, Kereta Api Cepat (CRH) dari Beijing ke Tianjin pada Sabtu (24/10).

Mereka juga menjajal kereta peluru atau Bullet Train dari Beijing ke Shanghai yang memiliki kecepatan maksimum hingga tiga kali lipat dari kereta api di Indonesia (350 km/jam), Minggu, serta akan mencoba kereta Maglev, kereta sangat cepat dengan teknologi magnetik pada Senin (26/10).

Beberapa waktu lalu, Indonesia dan Tiongkok baru saja menandatangani kesepakatan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek senilai 5,5 miliar dolar AS ditandatangani Pimpinan China Railway International Yang Zhongmin dengan Dwi Windarto, Presiden Direktur konsorsium BUMN Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.

"Harapannya, kalau jadi bisa seperti yang ada di Tiongkok ini. Perusahaan itu sudah teruji. PT. KAI yang memegang bagian operasional akan menyiapkan SDM," ungkap Wiwiek.

Setelah menjajal subway dan kereta cepat Beijing-Tianjin-Beijing, para peserta studi banding melakukan diskusi yang menyimpulkan bahwa banyak hal yang harus ditingkatkan PT. KAI untuk pelayanan yang lebih baik lagi.

"Pemeriksaan keamanan stasiun di Beijing seperti yang dilakukan di bandara. Kalau di bandara saja bisa, kenapa kita tidak menerapkan di stasiun," kata salah satu peserta, Manajer Operasi Kontainer Ruhara Agus Muljono.

Di Stasiun Beijing South Railway Station, misalnya, penumpang harus melewati setidaknya dua lapis pemeriksaan tiket dan kartu identitas serta pemeriksaan barang. Dari segi pelayanan lainnya, petugas juga selalu siap melayani penumpang sehingga antrean panjang selalu bisa diatasi dengan penanganan yang cepat. Sebagai contoh, saat rombongan PT. KAI sedang mengantre, petugas langsung membuat barisan khusus tanpa harus koordinasi dengan atasan.

"Mereka tidak kaku, termasuk ketika ada grup langsung diatasi tanpa perlu ada persetujuan dari atasan, tidak seperti kita. Tidak pernah terlihat ada antrean yang begitu panjang," tutur Wiwiek.

Ketepatan waktu kereta di Tiongkok juga diakui para peserta studi banding selain infrastruktur, kebersihan serta fasilitas stasiun.

"Mereka sudah lebih modern dengan memanfaatkan berbagai macam teknologi. Kita juga bisa lihat sterilisasi jalur kereta api dengan pagar yang berlapis-lapis," ujar peserta lainnya Manajer Pengamanan Objek Vital dan Aset Daop 2 Bandung Mualimin Sukardi Abdullah.

Namun, dari berbagai kelebihan tersebut, masih ada pengemis yang bisa masuk di area stasiun meskipun ada pemeriksaan keamanan.

Pewarta: Monalisa
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015