Rempah-rempah Indonesia yang dihadirkan dalam wadah kayu berbentuk lesung di Paviliun Indonesia habis diserbu pengunjung Pameran buku terbesar dunia Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 bersamaan ditutupnya kegiatan akbar itu pada Minggu petang, 18 Oktober.

Penyelenggaraan FBF Tahun 2015 menjadi istimewa bagi Indonesia karena dipercaya sebagai Tamu Kehormatan (Guest of Honour-GoH) yang mengusung tema : 17.000 Islands of Imagination dan di paviliun inilah ruang untuk memamerkan keragaman Indonesia. Salah satu pulau yang ditampilkan adalah "Pulau Rempah", atau "Island of Spice", atau "Insel der Gewurze".

Rempah-rempah berupa cengkeh, kayu manis, pala, adas, beras, merica hitam, biji kopi dan puluhan jenis lainnya hanyalah sarana untuk memperkenalkan sebagian kecil dari wajah Indonesia kepada publik Jerman dan negara-negara di sekitarnya melalui tangan arsitek Indonesia lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Thamrin dengan menghadirkan "pulau-pulau" Indonesia.

Paviliun Indonesia sengaja digarap secara unik dan kental unsur-unsur budaya di Tanah Air untuk mengundang perhatian publik Jerman untuk menjelajah lebih dalam tentang Indonesia di "Island of Word", melalui ratusan buku karya-karya penulis Tanah Air dengan tema budaya, anak, agama, karya sastra, politik, ekonomi maupun karya novel-novel yang disajikan secara artistik.

Kerja keras Tim dari Komite Nasional Indonesia untuk Guest of Honour FBF 2015 yang diketuai oleh penyair Goenawan Muhammad guna menggagas ide-ide yang menonjolkan Indonesia baik melalui tampilan di Paviliun Indonesia maupun Stand Nasional di arena pameran buku FBF 2015 dilakukan untuk menjawab tantangan Presiden Frankfurt Book Fair (FBF) Juergen Boos.

Juergen saat bertemu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan di Jakarta menyatakan Indonesia dengan populasi sekitar 250 juta penduduk menjadi salah satu negara terbesar di dunia. Namun nama Indonesia belum terlalu dikenal di dunia internasional.

Dengan menjadi Guest of Honour atau Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015, Indonesia akan melakukan promosi besar akan industri perbukuan dan budaya Indonesia kepada khalayak dunia, ujarnya.

"Kita sedang melihat salah satu negara terbesar. Dengan populasi yang besar, aneka ragam budaya, sistem demokrasi dan jumlah generasi muda yang tinggi," katanya.

Para penulis, penerjemah, penerbit Indonesia diharapkan bisa membuka jaringan internasional atau networking dengan penerbit dan penerjemah dari negara lain dalam industri perbukuan atau literatur. "Kebudayaan Indonesia akan diketahui banyak orang, menyebar," katanya.



Budaya Literasi

Fakta yang tidak dapat dipungkiri FBF 2015 adalah pameran buku sehingga kehadiran Indonesia sebagai tamu kehormatan tidak dapat dipisahkan dari kekuatan karya literasinya yang bermutu . Tidak cukup hanya perjuangan besar untuk mempromosikan karya penulis Indonesia dikenal di pentas dunia tetapi sekaligus membawa estafet menggaungkan kampanye gemar membaca ke seluruh penjuru nusantara.

Keinginan Indonesia untuk menjadikan ajang pameran buku tertua di dunia Frankfurt Book Fair sebagai jembatan membangkitkan gairah masyarakat Indonesia untuk gemar membaca dan menjadikan membaca buku sebagai bagian dari keseharian masyarakat Indonesia juga turut disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Anies Baswedan saat berpidato dihadapakan ribuan publik Jerman dan wartawan dari mancanegara pada malam pembukaan FBF 2015 di Frankfurt, 13 Oktober.

Anies menyatakan setelah 70 tahun merdeka Indonesia berhasil membalikkan keadaan dari keterpurukan literasi. Bila setelah penjajahan, tingkat literasi hanya lima persen dengan keadaan ekonomi yang lemah, kini tingkat literasi mencapai 95 persen.

Indonesia di bawah kolonialisme Belanda tidak mengenal universitas, dan kini ada lebih dari 3.000 universitas. Kelaziman membaca di kalangan penduduk juga masih sangat rendah, tetapi makin lama makin meningkat, terutama di kalangan generasi muda.

Melalui buku, Indonesia berusaha terus bangkit dan mengelola perbedaan. Lewat buku juga, ada proses pembelajaran yang tak henti-hentinya tentang orang lain, tentang dunia lain. Peran buku juga vital untuk mengubah masa depan. walau bentuknya akan terus berubah, namun esensinya yakni kreatifitas, dalam bidang pemikiran dan keindahan akan terus berlanjut, katanya.

"Dengan itu, kami mengundang anda semua bukan saja untuk menyaksikan prestasi Indonesia di Frankfurt dan kota-kota lain, tetapi juga untuk merayakan ke-bhineka-aan yang dirajut dengan imajinasi," tambahnya.

Saat penutupan, Ketua Komite Nasional pelaksana FBF 2015 untuk Tamu Kehormatan Goenawan Mohammad menyatakan ada kabar gembira dan tugas untuk mempertahankan nama Indonesia di ajang buku dunia yang didatangi lebih dari sebanyak 275 ribu pengunjung pada tahun 2015 ini.

"Indonesia tidak lagi memposisikan diri sebagai pembeli karya penulis atau hak cipta penerbit asing. Para penerbit, penulis dan peserta dari Indonesia secara keseluruhan saling membahu menampilkan wajah Indonesia yang lebih baik , terlihat dari penjualan hak cipta sampai menumbuhkan semangat baru di dalam negeri untuk membangun budaya literasi dengan gemar membaca dan menghasilkan karya-karya yang diminati penerbit mancanegara.

Goenawan Muhammad menyatakan tujuan besar Indonesia di FBF 2015 ini tercapai. Niat untuk menjual hak cipta, bukan lagi fokus membeli hak cipta orang lain, sudah terlaksana. Terbukti, ada beberapa karya-karya penulis Tanah Air yang diminati penerbit asing.

"Bila karya-karya Indonesia bisa laku dijual hak ciptanya di luar negeri, maka hal tersebut bisa mendorong tumbuhnya karya-karya lain yang berkualitas baik. Setelah itu, diharapkan juga bisa mendorong peningkatan kualitas sastra dan minat baca masyarakat, terutama generasi muda," tambahnya.

Data Komite Nasional Indonesia menyebutkan ada sekitar 500 karya penulis Indonesia yang diminati penerbit asing. Karya tersebut seputar sastra, buku anak-anak, kuliner dan komik. Tak hanya itu, ilustrator dari Indonesia juga banyak yang ingin diajak kerja sama.

"Merangsang lebih banyak penjualan hak cipta, lalu merangsang penulis menulis buku berkualitas, sehingga makin banyak orang baca," ujarnya.

Di balik kesuksesan menjadi tamu kehormatan, ada harapan ke depan dari Komite Nasional Indonesia agar nama Indonesia yang mulai dikenal publik Jerman dapat semakin mendapat tempat di ajang pameran buku berikutnya.

Dengan anggaran Rp150 miliar yang dibiayai pemerintah Indonesia, Goenawan mengaku masih menghadapi proses birokrasi yang berbelit, pihaknya memang harus memutar otak lebih keras untuk mensukseskan acara tersebut.

Tak jarang ada yang harus mengeluarkan uang pribadi, mencari bantuan pihak lain, sampai mengajukan dana ke berbagai perusahaan Indonesia.

FBF 2015 bukan sekadar ajang pameran buku, melainkan sebuah wahana diplomasi budaya serta unjuk keunggulan Indonesia dalam soal konten. Ada konten tradisional dan ada juga konten-konten modern yang diusung. Paling tidak mata dunia telah terbuka melihat kekuatan konten literasi bangsa Indonesia.

Program-program yang sudah dirancang selama proses menjadi tamu kehormatan mesti dilanjutkan. Berikut ini tiga program lanjutkan yang dapat dijadikan prioritas pasca Indonesia menjadi GoH di FBF 2015.

Oleh Zita Meirina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015