Taipei (ANTARA News) - Presiden Taiwan Ma Ying-jeou, Kamis, menyatakan pertemuannya dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Singapura, Sabtu mendatang hanya membahas kelanjutan normalisasi hubungan dengan Tiongkok dan tidak terkait dengan pemilu yang akan dilangsungkan pada Januari 2016.

"Pertemuan ini untuk masa depan Taiwan, masa depan hubungan lintas-selat. Pertemuan ini tidak terkait dengan pemilu, namun lebih mendasarkan pada kepentingan generasi mendatang," tutur Ma dalam pidato pertamanya sejak berita mengejutkan tentang rencana pertemuan tersebut diumumkan pada Selasa (3/11) tengah malam.

Pertemuan pertama kalinya antara kedua rival politik sejak perang saudara Tiongkok yang berakhir pada 1949 itu akan berlangsung dengan terbuka, tanpa kesepakatan bersama yang akan dibuat, kata Ma dalam konferensi pers di Taipei.

Pembicaraan dengan Xi, kata Ma, akan membantu mengurangi permusuhan dalam jangka pendek dan ia berharap para pemimpin masa depan Taiwan dapat mengadakan pertemuan-pertemuan serupa.

Pertemuan itu bertepatan dengan meningkatnya sentimen anti-Tiongkok di Taiwan menjelang pemilu presiden dan parlemen Januari mendatang, di mana partai pro-Tiongkok Kuomintang (KMT) pimpinan Ma diperkirakan akan dikalahkan oleh oposisi Partai Demokrasi Progresif (DPP) yang secara tradisional mendukung kemerdekaan dari Tiongkok.

Ma yang akan mundur tahun depan setelah memerintah selama dua periode, telah menjadikan peningkatan hubungan ekonomi dengan Tiongkok sebagai kebijakan utama sejak berkuasa pada 2008.

Ia telah menandatangani beberapa kesepakatan bisnis dan pariwisata, meskipun tetap belum ada kemajuan dalam menyelesaikan perselisihan politik kedua pihak.

Tiongkok menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan harus ditarik kembali, jika perlu dengan mengerahkan pasukan, terutama jika Taiwan secara resmi menyatakan kemerdekaan.

Kesan Pertama

Ma menuturkan ia akan mengangkat situasi di Laut Tiongkok Selatan dalam pembicaraannya dengan Xi. Tiongkok dan Taiwan sama-sama mengklaim sebagian besar wilayah perairan tersebut meskipun Taiwan tidak terlalu ambil bagian dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan.

Ditanya terkait kesan pertamanya tentang Xi, Ma mengaku tidak tahu karena belum pernah bertemu dengan Presiden Tiongkok itu.

"Kalau sudah bertemu, saya akan mengatakan pada Anda," ujarnya kepada media, seperti dilaporkan Reuters.

Sementara itu, DPP mempertanyakan mengapa pertemuan tersebut disampaikan secara mendadak dan bertepatan menjelang pemilu yang akan dilaksanakan 10 bulan mendatang.

Para ahli politik mengatakan Tiongkok mungkin berupaya memengaruhi hasil pemilu dengan memberikan sinyal bahwa hubungan kedua negara akan semakin erat jika KMT tetap berkuasa di Taiwan.

Beberapa pihak lain mengatakan pertemuan tersebut bisa menjadi bumerang yang akan memicu bertambahnya protes anti-Tiongkok di Taiwan, terutama di kalangan muda.

Dalam upaya yang terlihat seperti reaksi balasan untuk melawan ketergantungan terhadap Tiongkok, KMT dikalahkan dalam pemilu lokal tahun lalu.

Seorang diplomat AS untuk Asia pada Rabu mengaku sulit mengatakan partai politik mana yang akan lebih diuntungkan lewat pertemuan Xi-Ma mendatang.

Namun, Asisten Sekretaris AS untuk Asia Timur Daniel Russel berharap pertemuan tersebut dapat melanjutkan semangat positif dalam hubungan Tiongkok-Taiwan yang tampak dalam beberapa tahun terakhir.

Ma sendiri mengatakan Washington telah diberitahu tentang pertemuannya dengan Xi yang secara protokol akan berjalan cukup rumit itu.

Seorang pejabat Taiwan mengatakan, saat makan malam, Ma dan Xi akan memisahkan tagihan mereka.

Sedangkan, pihak Kantor Urusan Taiwan milik pemerintah Tiongkok mengatakan Ma dan Xi akan menyapa satu sama lain dengan panggilan "tuan", mungkin untuk menghindari pemanggilan "Bapak Presiden" karena keduanya tidak resmi mengakui satu sama lain sebagai kepala negara.

(Uu.Y013)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015