Bengkulu (ANTARA News) - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi akan meningkatkan pemanfaatan kawasan Benteng Marlborough, dengan mengubah salah satu ruangan dalam bangunan bersejarah itu menjadi kafe dan perpustakaan.

Kepala BPCB Jambi, Winston Mambo di Bengkulu, Senin mengatakan program revitalisasi benteng salah satunya penataan ruang guna meningkatkan pemanfaatan cagar budaya itu seperti sejumlah benteng di Tanah Air seperti Benteng Rotterdam di Sulawesi Selatan dan Benteng Vredeburg di Yogyakarta.

"Selain kafe dan perpustakaan akan dibuat juga ruangan audiovisual tentang sejarah sejarah Bengkulu dan sejarah Benteng Marlborough," katanya di Bengkulu.

Selama ini kata Winston, pemanfaatan benteng baru sebatas daerah tujuan wisata sejarah yang mengandalkan bangunan fisik benteng itu sendiri.

Menurut dia, untuk wilayah pengelolaan BPCB Jambi yang membawahi Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung dan Bengkulu, Benteng Marlborough menjadi satu-satunya benteng yang akan direvitalisasi untuk peningkatakan pemanfaatannya.

Kegiatan lainnya dalam revitalisasi adalah memperbaiki kerusakan beberapa bagian bangunan benteng antara lain atap yang bocor dan mengganti sejumlah kusen dan kayu bangunan bagian belakang yang sudah lapuk.

Benteng Marlborough atau "Fort Marlborough" adalah benteng peninggalan Inggris di Kota Bengkulu. Benteng ini didirikan oleh "East India Company" (EIC) pada 1713 hingga 1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph Callet.

Benteng ini masih berfungsi sebagai benteng pertahanan hingga masa Hindia-Belanda pada 1825 hingga 1942, lalu jatuh ke tangan Jepang pada 1942-1945, dan pada perang kemerdekaan Indonesia. Sejak Jepang kalah hingga tahun 1948, benteng itu manjadi markas Polri.

Kemudian pada 1949-1950, Benteng Marlborough kembali diduduki oleh Belanda. Kemudian sejak 1950 setelah Belanda pergi, Benteng Marlborough menjadi markas TNI-AD. Lalu, pada 1977, benteng ini diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dipugar dan dijadikan bangunan cagar budaya.

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015