Dengan "Single Identity Number (SIN) semua data diri akan masuk sehingga tidak akan ada lagi koruptor yang bisa memalsukan identitas untuk melancarkan aksinya."
Yogyakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Bambang Widjojanto mengatakan penerapan sistem "Single Identity Number" atau "SIN" dalam E-KTP perlu kembali menjadi kajian bersama dalam mencegah tindak pidana korupsi.

"Dengan "Single Identity Number (SIN) semua data diri akan masuk sehingga tidak akan ada lagi koruptor yang bisa memalsukan identitas untuk melancarkan aksinya," kata Bambang Widjojanto di Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, Senin.

Menurut Bambang, adanya kasus korupsi proyek pengadaan E-KTP yang saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebaiknya sekaligus disikapi sebagai momentum untuk menguji kembali efektivitas E-KTP.

"Dengan adanya kasus ini, maka perlu menjadi refleksi bersama apakah itu (proyek E-KTP) perlu dilanjutkan atau tidak," kata dia.

Menurut Bambang, E-KTP yang diberlakukan hingga saat ini belum komprehensif memuat data diri masyarakat sehingga masih bisa dimanfaatkan oleh para koruptor untuk memalsukan identitas.

"Karena sekarang masih bisa identitas sesorang di E-KTP, dengan di SIM, serta identitas di Bank tidak sama," kata dia.

Sementara itu, ia mengatakan, dengan penerapan sistem SIN, maka data yang ada dalam E-KTP bukan hanya sekadar data kependudukan, melainkan mengintegrasikan data dan identitas lainnya, seperti data pajak, PPh, serta PBB, rekening Bank, serta SIM.

Dengan begitu tidak ada lagi yang bisa membuat identitas palsu, sebab semua data akan terintegrasi dalam E-KTP, sehingga profil setiap orang akan terungkap dalam satu kartu.

"Hal itu penting dipertimbangan, mengingat saat ini koruptor memiliki kecenderungan memakai strategi pemalsuan identitas untuk melancarkan aksinya," kata dia.

Selain itu, Bambang mengatakan, dengan memastikan konsep sistem SIN diterapkan dalam E-KTP, setidaknya masyarakat tidak akan merugi meski telah membayar terlalu mahal melalui anggaran negara senilai Rp5,9 triliun.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015