Namlea, Pulau Buru (ANTARA News) - Sebanyak 1.328 orang penambang yang beroperasi di kawasan tambang ilegal Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, berangkat meninggalkan Namlea, ibu kota kabupaten tersebut, menggunakan KM. Gunung Sinabung, Selasa malam.

"Ribuan penambang bersama keluarganya yang berangkat dengan KM. Gunung Sinabung tersebut berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan instansi teknis terkait," kata Mansur salah seorang petugas KPLP Pelabuhan Namlea, kepada Antara.

Para penambang yang berangkat dengan KM. Gunung Sinabung tersebut akan kembali ke daerah asal mereka di provinsi Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dan Gorontalo.

Pantauan Antara, para penambang saling berebutan untuk naik ke tangga kapal sambil membawa barang-barang mereka yang telah diambil dari lokasi tambang Gunung Botak.

Pintu masuk pelabuhan maupun tangga kapal terlihat dijaga ketat puluhan personil TNI dan Polri, dan memeriksa barang bawaan maupun tiket masing-masing.

Ratusan penambang diantaranya tidak memiliki tiket dan terlibat saling dorong di depan pintu masuk dan memaksa untuk naik ke kapal, tetapi dihalangi aparat keamanan, sehingga mereka terlibat aksi adu mulut dengan petugas.

Setelah dilakukan negosiasi dengan para petugas serta pihak kapal, akhirnya 100 orang penambang yang tidak memiliki tiket diperbolehkan naik kapal dan berangkat, tetapi hanya sampai pada Pelabuhan Yos Sudarso Ambon saja.

Pendataan

Sementara itu pada Selasa siang, petugas Dinas Sosial dan dinas Perhubungan kabupaten Buru melakukan pendataan terhadap para penambang yang telah menempati sejumlah lokasi di kawasan pelabuhan Namlea.

Para penambang diminta menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) untuk didata, kemudian diberikan sepotong kertas yang tertulis identitas mereka yang telah distempel Pemerintah kabupaten (Pemkab) Buru.

Para penambang beramai-ramai mendatakan diri mereka karena beranggapan pendataan yang dilakukan untuk memperoleh tiket gratis guna kembali ke daerah asalnya.

Sejumlah penambang yang telah membeli tiket juga diminta oleh petugas loket untuk ikut mendaftarkan identitas mereka pada posko yang dibuka Dinas Sosial dan Perhubungan.

Tetapi ternyata saat hendak memasuki pintu masuk pelabuhan dan menunjukkan selembar kertas yang diperoleh dari hasil pendataan pada Selasa malam, para penambang ditolak dan diminta untuk membeli tiket.

"Pemkab Buru telah membohongi kami. Ternyata kertas yang diberikan bukan untuk memperoleh tiket gratis," ujar Ahmad Makuta (52).

Penambang asal kabupaten Gorontalo tersebut mengaku terpaksa harus membeli tiga tiket Rp710 ribu agar dirinya bersama anak dan menantu dapat kembali ke daerah asal mereka.

Menurutnya, pemerintah telah melakukan pembohongan publik karena saat sosialisasi telah disampaikan bahwa Pemkab Buru dan Pemprov Maluku akan memfasilitasi pemulangan gratis para penambang ke daerah asalnya, apalagi sudah dipublikasikan media, tetapi ternyata hal itu tidak dilakukan.

"Pemerintah telah berbohong dengan menjanjikan fasilitas pemulangan gratis. Ternyata hal itu hanya dijadikan sebagai senjata untuk mengeluarkan para penambang yang sedang beroperasi di Gunung Botak dan kemudian menutup kawasan tersebut," ujarnya.

Sementara itu, 100-an penambang juga dilaporkan meninggalkan pelabuhan feri Namlea menuju Kota Ambon dengan menggunakan feri Wayangan, pada Selasa malam. 

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015