Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana, mengatakan rancangan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 27/1983 tentang pelaksanaan KUHAP terkait korban salah tangkap akan dibahas oleh Menteri Hukum dan HAM, Selasa pekan depan (24/11).

"Draft RPP hari ini akan kami tuntaskan karena akan dibawa Pak Menteri pada rapat bersama kementerian lainnya pada Selasa  pekan depan," kata Ekatjahjana, di Kantor Ditjen Perundang-undangan Kemenkumham, Jakarta, Jumat.

Revisi Peraturan Pemerintah itu menyusul izin prakarsa dari Presiden Joko Widodo kepada Kemenkumham.

"Ini momentum untuk merevisi dan presiden sudah memberikan izin prakarsa kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk segera menindaklanjuti revisi ini," kata Ekatjahjana.

Mengacu PP Nomor 27/1983, lanjut dia, proses ganti rugi cukup panjang padahal bisa dibuat lebih ringkas.

Korban membuat permohonan ganti rugi kepada ketua Pengadilan Negeri setempat. Itu dilanjutkan ke menteri kehakiman yang akan bersurat kepada menteri keuangan untuk menerbitkan Surat Otorisasi kepada korban.

Setelah itu diserahkan kepada Kantor Perbendaharaan Negara melalui Ketua Pengadilan Negeri setempat yang bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan.

"Mata rantainya bisa dipangkas dari pengadilan langsung minta ke Kementerian Keuangan," cetusnya.

Lebih lanjut, Ekatjahjana, menjelaskan pembahasan hari Selasa akan dimulai dengan proses harmoniasi yang dilakukan menteri hukum dan HAM dengan harapan sudah bisa dijadikan undang-undang sebelum 10 Desember 2015.

"Kami usulkan agar diundang-undangkan sebelum 10 Desember agar negara konsentrasi terhadap persoalan rakyat kecil," tambahnya.

Sejalan dengan itu, ahli perundang-undangan dari Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember, Bayu Anggono, menyambut baik perubahan PP ini untuk membela hak korban salah tangkap.

"Arah perubahan PP ini untuk lebih membantu korban," kata Anggono, yang juga hadir di kantor Kemenkumham.

Selain untuk membuat birokrasi lebih ringkas, dia juga berharap nominal ganti rugi bisa ditingkatkan dari Rp1juta menjadi Rp 100 juta. Jika luka berat, korban mendapatkan Rp25-300juta, dan minimal Rp50juta dan maksimal Rp600juta jika meninggal dunia.

"Pasal 9 ayat 1 dan 2 (PP 27/1983) yang masih berlaku menyebutkan ganti rugi minimal Rp5.000 sampai Rp 1juta. Itu nilai 32 tahun lalu yang sudah tidak sesuai," kata dia.

Ia juga berharap pemerintah melakukan penyesuaian nilai ganti rugi setiap dua tahun.

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015