Surabaya (ANTARA News) - Bisnis perhotelan di Jatim, utamanya di kawasan selatan Sidoarjo kini lesu sejalan dengan terhambatnya jalur transportasi di kawasan Porong akibat lumpur. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim, Yulianto Sochebu, yang dihubungi per telepon di Semarang, Selasa, mengatakan, dampak lumpur sangat memukul bisnis perhotelan, khususnya di daerah yang berada di Selatan Sidoarjo. "Bisnis perhotelan di kawasan Selatan Sidoarjo kini mati suri. Bahkan, satu diantaranya yakni Grand Bromo Hotel terpaksa tutup," ujarnya. Grand Bromo merugi diatas 50 persen dari omzet. Karena itu, kalau tidak segera ditutup akan makin besar kerugiannya. Selain itu, sejumlah pengelola hotel di kawasan Sukapura hingga Cemoro Lawang (arah ke Gunung Bromo Probolinggo) merumahkan karyawannya. "Sementara itu, anggota PHRI di Trawas, Batu, Malang, Pasuruan juga `teriak-teriak` terus merugi," katanya. Menurut dia, sepinya tamu hotel-hotel tersebut diduga dampak kemacetan di Porong. "Sebelum terjadi semburan lumpur Porong 29 Mei 2006 lalu, hidupnya hotel di kawasan tersebut hanya mengandalkan week-end, sedangkan week-day banyak lost. Setelah ada lumpur Porong jadi lebih parah lagi, week-day hunian yang biasanya bisa mencapai 70 persen, sekarang tidak sampai mencapai 30 persen," ujarnya. Anggota PHRI sebagai pembayar pajak terbesar, penyerap tenaga kerja terbesar, investasi terbesar, katanya, dalam kondisi seperti sekarang ini mengharap perhatian pemerintah. "Kami akan minta keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB) 50 persen, pajak hotel dan restoran yang seharusnya 10 persen, kami minta keringan hanya bayar lima persen," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007