Jakarta (ANTARA News) - Ketakutan munculnya efek samping seperti mual dan pusing, kerapkali menjadi kendala para ibu hamil penderita HIV patuh mengonsumsi obat-obatan antiretroviral (ARV), menurut manager program Yayasan Pelita Ilmu (YPI), Tika Surya Atmaja.

"Memang ditemui adanya efek seperti mual, pening dan ruam (bila alergi berat), tetapi ini sifatnya individual sekali. Tidak semua orang (ibu hamil) mengalami ini di trisemester pertama kehamilannya," kata perempuan yang juga berperan sebagai konselor voluntary counselling and testing (VCT) itu di Jakarta, Selasa.

Padahal, sekalipun efek ini muncul, misalnya alergi, ibu bisa meminimalisirnya dengan konsumsi obat semisal anti alergi sesuai petunjuk dari dokter.

Tak hanya takut, ibu hamil penderita HIV juga kerapkali dilanda rasa malas meminum ARV. Bila begitu, lanjut Tika, peran suami dan keluarga dibutuhkan untuk mengedukasi ibu agar mau patuh minum obat.

"Kita harapkan pasangan mau motivasi dia (ibu hamil) untuk tetap mau minum obat dan tetap sehat. Kalo ibu positif jangan sampai anak juga positif," kata dia.

Konsumsi ARV sebaiknya dilakukan sejak ibu merencanakan kehamilannya. Lalu, sebagai upaya pencegahan tertular virus dari ibu, setelah 6 jam dilahirkan hingga berusia 6 minggu, bayi juga perlu mendapat asupan ARV.

"Dari sejak dia merencanakan kehamilan, ODHA sudah harus patuh minum obat. Lalu, setelah 6 jam anak lahir hingga usia 6 minggu, anak diberi ARV sebagai pencegahan. Setelah 6 minggu, anak sudah bisa menjalani pemeriksaan VCR," tutur dia. Di Indonesia, terapi ARV khususnya lini 1 diberikan secara gratis dan tersedia di hampir 150 puksesmas satelit, 200 rumah sakit rujukan, hingga sejumlah klinik yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat. "Semua obat ARV bertujuan menurunkan risiko penularan virus HIV ke orang lain. Saat ini, ARV lini 1, merupakan jenis yang paling banyak tersedia. Efek sampingnya ringan," pungkas Tika.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015