Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa anak buah OC Kaligis yaitu Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary telah memberikan uang senilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura kepada tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

"Perbuatan terdakwa Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary, bersama-sama dengan Otto Cornelis Kaligis, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti memberikan uang kepada Tripeni Irianto Putro selaku hakim PTUN Medan sebesar 5 ribu dolar Singapura dan 15 ribu dolar AS, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku hakim PTUN masing-masing sebesar 5 ribu dolar AS dan Syamsir Yusfan sebesar 2 ribu dolar AS selaku panitera," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Arif Suhermanto dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Gary adalah terdakwa keenam yang menjalani persidangan dalam kasus ini. Terdakwa lain yang sudah menjalani persidangan adalah OC Kaligis, Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, Amir Fauzi dan Syamsir Yusfan.

"Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani oleh Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, Amir Fauzi," tambah Arif Suhermanto

Awalnya, ada surat panggilan permintaan keterangan dari Kejati Sumatera Utara No B-385/N.2.1/Fd 1/03/2015 tanggal 19 Maret 2015 Kepada Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut APBD 2012 Ahmad Fuad Lubis berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) Kepala Kejati Sumut No PRINT-31/N.2/Fd.1/03/2015 tanggal 16 Maret 2015 tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bansos, BDB, BOS tunggakkan DBH dan Penyertaan Modal sejumlah BUMD pada Pemprov Sumut, dan oleh karenanya meminta OC Kaligis sebagai kuasa hukumnya.

"Sehubungan dengan kekhawatiran pemanggilan permintaan keterangan tersebut akan mengarah kepada Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut, kemudian Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti datang ke kantor OC Kaligis di Jalan Majapahit Blok B 122-123 Jakarta Pusat untuk berkonsultasi," ungkap jaksa Arif.

Sehingga pada sekitar April 2014, Ahmad Fuad Lubis menunjuk OC Kaligis, M Yagari Bhastara Guntur, Rico Pandeirot, Yulius Irawansyah dan Anis Rifai tim sebagai penasihat hukumnya.

OC Kaligis, Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah pada akhir April 2015 kemudian menemui panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan untuk dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro.

Setelah berkonsultasi, Gary dan Indah keluar ruangan lebih dulu, sedangkan OC Kaligis tetap di ruangan dan memberikan amplop berisi uang 5.000 dolar Singapura kepada Tripeni Irianto Putro. Selanjutnya OC Kaligis kembali menemui Syamsir Yusfan di ruangannya dan memberikan uang sebesar 1.000 dolar AS.

"Sekitar awal Mei 2015, Syamsir Yusfan menelepon terdakwa dan menyampaikan pesan dari Tripeni bahwa gugatan dapat didaftarkan di PTUN Medan. Selanjutnya terdakwa melaporkan pesan tersebut kepada OC Kaligis dan OC Kaligis memutuskan mendaftarkan gugatan pada 5 Mei 2015," jelas jaksa.

Pada 5 Mei 2015, OC Kaligis dan Gary kembali datang ke kantor PTUN dan menemui Tripeni di ruangan. OC Kaligis juga memberi Tripeni beberapa buku karangannya beserta satu buah amplop warna putih berisi uang sebesar 10 ribu dolar AS dengan maksud agar Tripeni menjadi hakim yang menangani gugatannya.

Setelah itu, OC Kaligis pulang ke Jakarta sedangkan Gary bertemu dengan Tripeni, dan dua hakim lain yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi untuk diperkenalkan sebagai majelis hakim dengan Tripeni sebagai ketua.

"Terdakwa menemui Tripeni di ruangannya yang saat itu sudah ada 2 hakim yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi. Pada pertemuan tersebut Tripeni mengatakan kepada terdakwa dengan kalimat kemarin Pak OC Kaligis minta saya (Tripeni) menjadi hakim dalam perkara ini, kemudian saya menunjuk 2 orang majelis ini sebagai anggota majelis hakimnya," kata jaksa menirukan pernyataan Tripeni.

Dalam pertemuan itu, Amir Fauzi berpendapat bahwa keputusan berupa surat panggilan Kejati Sumut yang dijadikan objek permohonan adalah tidak tepat menurut ketentuan pasal 21 UU No 30 tahun 2014 karena yang tepat menjadi objek permohonan adalah keputusan dan atau tindakan pemohon (Ahmad Fuad Lubis) dalam kaitannya dengan Penggunaan Dana Bansos, BDB, BOS dan tunggakan DBH dan penyertaan modal sejumlah BUMD.

Atas perbedaan pendapat itu, pada Juni 2015 setelah sidang OC Kaligis pun bertemu dengan Amir Fauzi di ruangannya untuk membahas keterangan ahli dengan mengatakan "Bagaimana Pak keterangan ahli yang kami ajukan? Apakah sesuai dengan pendapat Bapak?". Hal itu ditanyakan Kaligis untuk mengorek pendapat Amir Fuazi.

Selanjutnya, pada 1 Juli 2015, Sekretaris dan Kepala Bagian Administrasi dari kantor OC Kaligis and Associates Yenny Octarina Misnan diminta untuk menyiapkan uang dalam 5 amplop putih yang perinciannya 3 amplop masing-masing berisi 5.000 dolar AS dan 2 amplop berisi 1.000 dolar AS.

Pada malam harinya, OC Kaligis, Gary, Indah berangkat ke Medan menggunakan penerbangan Garuda pukul 19.30 WIB.

Pada Kamis, 2 Juli 2015, OC Kaligis, Gary dan Indah menemui Tripeni di ruangannya dan mendesak agar gugatan itu dimasukkan dalam wewenangan pengadilan PTUN sesuai pasal 21 UU No 30 tahun 2014.

"Setelah itu, terdakwa dan Indah keluar ruangan lebih dulu, sedangkan OC Kaligis masih tetap dalam ruangan dan menyerahkan sebuah amplop warna putih kepada Tripeni, namun Tripeni menolak dan amplop tersebut dibawa kembali oleh OC Kaligis," jelas jaksa.

Saat akan bertemu dengan Dermawan dan Amir, Dermawan pun tidak datang sehingga Kaligis menyuruh Gary menunggu di kantor PTUN Medan untuk menemui Dermawan Ginting agar menjelaskan kesimpulan yang sudah dibuat, sedangkan OC Kaligis dan Indah pulang ke Jakarta.

"Terdakwa datang menyampaikan minta dibantu untuk dikabulkan permohonannya dengan janji akan diberikan uang dan keduanya sepakat untuk memenuhi permintaan OC Kaligis," ungkap jaksa.

Pada hari yang sama Dermawan dan Amir menghadap Tripeni untuk musyawarah majelis hakim. Pada pertemuan itu, Dermawan menyampaikan pertemuannya dengan Gary yang meminta bantuan.

Tripeni pun mengatakan bahwa Gary meminta bantuannya. Saat itu Tripeni meminta Dermawan dan Amir untuk memikirkan agar memenangkan gugatan tersebut.

Kemudian Tripeni mengatakan bahwa jangan masuk masuk Surat Perintah Penyelidikan Kejati Sumut karena itu bersifat umum atau pidana, tapi cukup di surat permintaan keterangan karena bersifat khusus, akhirnya mereka sepakat gugatan dikabulkan sebagian dan Dermawan Ginting ditunjuk untuk membuat konsep putusan.

Di Jakarta, OC Kaligis pun bertemu dengan Evy di kantornya untuk meminta uang lagi sebesar 25 ribu dolar AS karena uang yang sebelumnya yaitu sebesar 25 ribu dolar AS telah diberikan untuk tiga hakim, tapi masih butuh dana tambahan lagi supaya aman.

Pada 5 Juli 2015 bertempat di halaman kantor PTUN Medan, Kaligis menyerahkan uang kepada Dermawan dan Amir.

"Pada waktu itu OC Kaligis meminta Indah mengeluarkan dua buku dan amplop-amplop. Selanjutnya OC Kaligis memerintahkan terdakwa untuk memberi dua buku yang di dalamnya masing-masing diselipkan amplop putih berisi 5.000 dolar AS kepada Dermawan Ginting dan Amir Fauzi di tempat parkir gedung PTUN Medan. Saat itu terdakwa mengatakan Ini titipan dari Pak OC Kaligis buat bapak dan Pak OC ada di depan," jelas jaksa.

OC Kaligis kemudian memberikan 2 amplop putih berisi uang kepada Indah dengan mengatakan "simpan ini". Indah pun menyimpannya di tas tangan hitam milik Gary dengan mengatakan "Kamu aja Ger yang simpan" saat itu OC Kaligis mengatakan "OK Gary saja yang simpan, itu yang tipis amplopnya kasih ke Pansek Syamsir Yusfan, dan yang satunya simpan dulu".

Kaligis dan Indah kemudian kembali ke Jakarta, sedangkan Gary tetap tinggal di Medan untuk menyerahkan amplop kepada Syamsir Yusfan.

"Pada hari itu juga sekitar jam 11.30 terdakwa dihubungi Evy Susanti untuk melalui telepon milik Mustofa menanyakan apakah penyerahan uang kepada hakim aman atau tidak dan terdakwa menjawab bahwa uang telah diserahkan. Evy Susanti kemudian mengatakan ya udah kalo sudah aman, saya takut tadi Gary lama replynya, takut kan saya, ini Gary kemana ya takutnya jebakan dan OTT," ungkap jaksa.

Pada 6 Juli 2015 pagi, Kaligis menghubungi Gary untuk memastikan pemberian amplop. Kaligis pun memerintahkan Gary untuk memastikan pertimbangan putusan mengabulkan permohonan dengan mengatakan "Kalau bisa bilang ke paniteranya dibikin itu aja, diketik aja dia sekarang, kan ketahuan kan pertimbangannya, kau ngomong sama paniteranya, kau kasih itu dolarnya dulu".

Pada hari yang sama, Dermawan dan Amir bertemu Tripeni dan melaporkan bahwa keduanya telah menerima uang dari Gary pada 5 Juli 2015, namun uang dari Gary tidak sesuai harapan. Kemudian Tripeni pun menjawab "Itu kan hanya sebagian yang dikabulkan"

Sehingga pada Selasa, 7 Juli 2015 pukul 11.00 WIB, majelis hakim memutuskan mengabulkan permohonan pemohon sebagian yaitu menyatakan adanya unsur penyalahgunaan wewenang dalam surat permintaan keterangan Fuad, menyatakan tidak sah keputusan permintaan keterangan Fuad dan menghukum Kejati Sumut untuk membayar perkara sebesar Rp269 ribu.

Setelah selesai sidang, Gary menemui Syamsir di ruangan dan meneyrahkan amplop berisi 1.000 dolar AS dengan mengatakan "Ini THR dari Pak OC Kaligis", kemudian Gary bersama Anis Rifai pulang ke Jakarta, sedangkan uang untuk Tripeni rencananya akan diserahkan langsung oleh Kaligis.

Padahal pada 8 Juli 2015, Syamsir menelepon Gary dan mengungkapkan bahwa Tripeni akan mudik, sehingga Gary pun diperintahkan untuk mengantarkan uang itu keesokan harinya.

Gary pun diantar Syamsir menemui Tripeni di ruangannya dan menyerahkan amplop putih berisi uang dengan mengatakan "Ini ada titipan dari Pak OC Kaligis untuk mudik" dan Tripeni menerima amplop berisi 5.000 dolar AS. Pada saat Gary keluar dari pintu utama kantor PTUN Medan, ia ditangkap oleh petugas KPK.

Perbuatan Gary merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Atas dakwaan tersebut Gary mengatakan tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) sehingga sidang dilanjutkan pada 2 Desember 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015